Kendala Transportasi Buah Indonesia, Problem Pengangkuan, Remuk lantaran Salah Angkut
Seri hari Buah Internasional
Kendala Transportasi Buah Indonesia
PROBLEM PENGANGKUTAN
Remuk lantaran Salah Angkut
International Fruit Day, 1st July 2021.
Selama ini, kendala buah Indonesia jika akan diekspor sangat beragam. Mulai dari kontinyuitas ketersediaan, kualitas buah, jarak dan jangka waktu pengiriman ke negara tujuan dan sebagainya.
Pengangkutan buah-buahan yang tak apik menyisakan persoalan sesampainya di tujuan. Komoditas itu malah rusak. Ini masih jadi persoalan dalam rantai pasok bisnis buah di Indonesia.
Kamis (10/6/2021), sejumlah kuli panggul tergesa-gesa membawa peti berisi buah di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta.
Mereka sibuk membongkar muat aneka buah dari atau ke truk, pikap, hingga mobil pribadi yang terparkir di depan pasar.
Ferdi (45), pedagang buah, dengan santai melempar semangka kepada rekannya di bak pikap. Semangka, pisang, pepaya, mangga, pir, dan salak diangkut dalam peti kayu atau kardus. Sebagian bahkan tanpa kemasan. ”Sudah siap. Tinggal
tunggu melon dan nanas. Sekardus seharusnya berisi maksimal 10 kilogram (kg) kalau enggak mau rusak,” kata pedagang kaki lima yang hendak menuju Pasar
Cempaka Putih, Jakarta, itu.
Buah yang rusak 5 - 30% buah yang rusak karena transportasi
Kenyataannya, setiap kardus diisi hingga 50 kg. Ferdi ingin mengangkut buah-buahan sebanyak mungkin. Meski ia tahu bahwa satu kardus isinya lebih
dari 30 kg atau 40 kg, maka sebagian buah tak akan mulus sampai di tujuan. ”Setiap 50 kg, rata-rata buah yang rusak 3 kg. Salak, misalnya, pasti pecah kalau tergencet,” ujarnya. Konsumen tak mau membeli buah lecet dengan harga normal. Maka, Ferdi terpaksa menjual dengan harga obral.
Ferdi bukannya tidak mau membawa buah-buahan sesuai kapasitas kardus. Kalau itu dilakukan, ia mesti bolak-balik ke pasar. Itu berarti ada tambahan biaya transportasi, biaya timbang, biaya peti dan ikatan peti.
Padahal di tengah pandemi seperti sekarang, ia harus menghemat pengeluaran. ”Saya mahalkan sedikit dagangan, konsumen protes. Kalau mereka minta dua atau tiga kantong plastik, gratis. Sementara, saya nimbang buah-buahan pun mesti bayar,” katanya.
Ferdi juga tak sanggup menyewa lapak lantaran biaya kontraknya terlalu mahal. Akibatnya, ia harus berjualan di luar Pasar Cempaka Putih. Ia bersyukur, jalan ke Pasar Cempaka Putih cukup mulus karena melewati tol sehingga tak menambah kerusakan buah-buahan.
Di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Ani (50) menunjukkan buah-buahan yang rusak karena tertindih saat diangkut dari Pasar Induk Kramat Jati. ”Baru dibongkar sudah rusak. Mangga biasanya saya jual Rp 30.000 per kg, kalau rusak Rp 15.000 per kg,” kata pedagang tersebut.
Beberapa mangga yang setengah remuk tersebut dikumpulkan di wadah aluminium dan ditaruh di sisi lapak. Gurat-gurat buah itu terlihat karena kulitnya yang sedikit terbuka. Bagian itu penyok dan menghitam di sela warna hijau kekuningan.
Di baskom lain, Ani meletakkan buah naga, pir, dan jeruk. Buah-buahan itu pun sudah tak mulus. Buah naga umpamanya, dipotong dua karena bagian-bagian yang rusak sudah dibuang.
Pir pun sudah lecet dan jeruk bebercak hitam. ”Kalau ditotal semua buah yang rusak, sekitar 5 kg. Belum lagi, saya harus membuang salak yang sudah busuk karena tak laku,” tutur Ani
Buah Lokal dan Buah Impor bersanding di lapak Pedagang Buah di daerah KS Tubun. Delima yang banyak diimpor dari Aljazair dan Jeruk keprok lokal yang didatangkan dari Sumatera. |
Di sudut lainnya di Kebayoran Lama, Sumijo (68) mengamati buah-buahan yang diturunkan. Sopir pikap tersebut mengantar pesanan untuk lima pedagang yang dikirim dari Pasar Induk Kramat Jati. Pisang, jeruk, melon, semangka, apel, alpukat, dan jambu itu lalu dibawa lima kuli panggul. ”Kalau pikap penuh, saya bisa bawa 40 boks seberat 2 ton.
Hari ini agak sepi. Hanya 25 boks. Kalau yang rusak, enggak bisa saya pastikan jumlahnya, tapi ada saja,” ucapnya. Untuk menghindari kerusakan buah, bisa saja buah diangkut dua kali. Namun, itu makan waktu dan biaya tambahan yang jumlahnya besar.
Kerusakan buah-buahan saat pengantaran menjadi masalah besar dalam rantai pasok buah-buahan dari perkebunan rakyat, pergudangan konvensional, hingga pasar tradisional.
Petani, pengantar, dan pedagang tidak punya perlengkapan untuk menjaga kesegaran komoditasnya.
”Buah-buahan sering ditumpuk dalam bak kendaraan sampai tinggi. Lihat saja di tol-tol,” ujar Chief Operating Officer Tani Hub Group Sariyo. Ia terheran-heran saat mendapati kiriman kelengkeng dari Jawa Timur yang banyak remuknya.
Sebaliknya, buah yang sama kiriman dari Thailand dan Filipina masih utuh. ”Jarak pengiriman dari negara-negara itu tentu lebih jauh dengan prosedur kompleks.
Usut punya usut, petani (Indonesia) masih mengirimkan komoditasnya secara tradisional,” ucap Sariyo. Padahal, mutu buah-buahan sangat tergantung rantai pasoknya. Pengiriman dari mancanegara, termasuk truk-truknya dilengkapi ruang pendingin. Empat puluh persen Setijadi, Chairman Supply Chain Indonesia, lembaga independen bidang logistik dan rantai pasok, menjelaskan, ada tiga komoditas yang kerusakannya paling tinggi, yaitu daging, ikan, serta buah-buahan dan sayuran.
Penurunan kualitas itu terjadi sepanjang proses mulai produksi hingga diterima konsumen. ”Sejak pertanian atau peternakan, diambil hasilnya, distribusi ke ritel, sampai di tangan pembeli terjadi akumulasi kerusakan,” kata Setijadi.
Di antara komoditas-komoditas itu, kerusakan buah-buahan dan sayuran paling tinggi atau 40 persen. ”Disusul ikan sekitar 30 persen dan daging 20 persen. Kelompok-kelompok itu termasuk perishable product (produk yang mudah rusak),” katanya. Buah-buahan sering dijatuhkan dari pohon lalu dimasukkan dan dipadatkan dalam karung. Saat diangkut dengan kendaraan, kantong itu tak jarang dilempar. ”Kalau pakai karung tentu kian riskan. Masuk truk, rusak.
Para Pedagang Buah di Pasar Rawa Lumbu 14/02/2021 sedang mensortir buah yang dibeli secara peti di pasar induk kemudian disortir sebelum dijajakan dan dijual di lapak mereka. |
Di perjalanan ditumpuk. Tidak ada standar penataan, kekuatan kemasan, dan tinggi maksimum tumpukan,” katanya. Upaya menahan laju pembusukan pun belum banyak dilakukan. Di lahan pertanian, rantai dingin hendaknya sudah
dipikirkan. ”Setelah buah-buahan dipetik, pembusukan dimulai. Kalau perishable
product, tentu bicara cold storage (ruang pendingin),” ucapnya.
Demikian pula truk hingga pengecer yang seharusnya dilengkapi fasilitas itu. Idealnya, rak bersuhu tertentu yang sesuai dengan buah-buahan ditempatkan di toko. Setijadi menyebutkan, persoalan klasik pengangkutan komoditas sepatutnya didorong agar semakin baik. ”Standar proses belum diterapkan. Pemetikan, pengepakan, pengantaran, dan penumpukan yang terstandardisasi hingga ritel
perlu dipahami,” katanya.
Kompetensi pelaku juga penting untuk ditingkatkan. Mereka harus mengetahui penanganan dan karakteristik buah-buahan. Teknologi diterapkan dengan rantai dingin. ”Kalau mau ekspor, harus pakai kontainer pendingin. Semua tahap itu harus diperbaiki,” ucapnya
Pekerja menata semangka asal Lampung yang baru tiba di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu (30/6/2021). Adapun harga melon di tingkat grosir di pasar tersebut berkisar antara Rp 4.000 dan Rp 5.500 per kilogram.
0 Response to "Kendala Transportasi Buah Indonesia, Problem Pengangkuan, Remuk lantaran Salah Angkut"
Post a Comment