Trachypithecus auratus (É. Geoffroy), Lutung Hitam alias Budeng, Primata Asli Indonesia
|
Trachypithecus auratus (É. Geoffroy), Lutung Hitam alias Budeng |
Lutung hitam atau saya biasa menyebutnya Budeng Trachypithecus auratus adalah sejenis lutung yang rambutnya berwarna hitam legam. Monyet anggota suku Cercopithecidae ini menyebar terbatas endemik di Indonesia di Jawa dan Indonesia bagian barat.
Nama Populer - Pop name : Lutung, Budeng, The East Javan langur, ebony lutung, Javan langur atau Javan lutung, Lutung Jawa
Nama Latin - Latin Name : Trachypithecus auratus (É. Geoffroy)
Family : Cercopithecidae
Origin - Daerah Asal : Indonesia
Ciri khas : Primata Berambut hitam keperakan
Keunikan : Primata Indonesia
Lutung budeng tersebar di hutan-hutan Pulau Jawa, Bali dan Lombok. Sejauh ini diakui dua subspesies dari lutung budeng, yang dibedakan dari daerah sebarannya:
Baca juga :
|
Trachypithecus auratus (É. Geoffroy), Lutung Hitam alias Budeng |
Lutung budeng timur, Trachypithecus auratus auratus. Menyebar di Jawa Barat bagian timur hingga ke Jawa Timur, Pulau Sempu dan Nusa Barung, Bali, serta Lombok.
Lutung budeng barat, Trachypithecus auratus mauritius. Menyebar di wilayah Banten dan setengah Jawa Barat bagian barat: Ujung Kulon, Jasinga, Bogor, Cisalak, Jakarta, Pelabuhanratu, ke timur di pesisir selatan hingga Cikaso, atau Ciwangi di pedalaman
Oleh Roos dkk. (2008), ras barat dianggap sebagai spesies yang tersendiri, Trachypithecus mauritius
Subspesies
Sebelumnya ada dua subspesies Trachypithecus auratus yang dikenali:
Lutung Jawa Timur atau lutung kayu hitam berkipir ( Eastern Javan langur atau spangled ebony lutung), Trachypithecus auratus auratus
Lutung jawa barat (Western Javan langur), Trachypithecus auratus mauritius
Roos et al., 2008, meningkatkan T. a. mauritius ke spesies terpisah sebagai Trachypithecus mauritius.
Ciri ciri Lutung Hitam, Budeng, Trachypithecus auratus
Lutung Jawa Timur atau The East Javan langur, Trachypithecus auratus, juga dikenal sebagai ebony lutung, Javan langur atau Javan lutung, atau lutung jawa, adalah monyet Dunia Lama dari subfamili Colobinae. Umumnya berwarna hitam mengilap dengan semburat kecoklatan pada kaki, sisi, dan cambang atau sideburns.
Itu ditemukan di pulau Jawa, serta di beberapa pulau Indonesia di sekitarnya. Kata Latin auratus dalam nama ilmiahnya berarti "emas", dan mengacu pada varian warna yang kurang umum. Perhatikan bahwa nama umum lutung emas digunakan untuk spesies yang berbeda.
Lutung berukuran sedang, dengan panjang kepala dan tubuh antara 46-75 cm. Lutung budeng memiliki rambut tubuh berwarna hitam. Dan seperti jenis lutung lainnya, lutung ini memiliki ekor yang panjang, antara 61-82 cm.
|
Trachypithecus auratus (É. Geoffroy), Lutung Hitam alias Budeng |
Jantan dan betina dewasa umumnya berwarna hitam, dengan betina memiliki warna putih kekuningan di sekitar kelaminnya. Anak lutung memiliki rambut tubuh berwarna jingga keemasan. Subspesies nominal, T. a. auratus yang menyebar di Jawa bagian timur, kadang-kadang memiliki individu dewasa yang berwarna jingga seperti bayi lutung, namun sedikit lebih gelap dengan ujung rambut kuning.Seperti semua lutung atau langur, ekor spesies ini terlihat sangat panjang, berukuran panjang hingga 98 cm sedangkan panjang tubuhnya hanya sekitar 55 cm. Kedua subspesies lutung ini memiliki penampilan yang cukup mirip dan terpisah secara geografis; jantan dan betina keduanya biasanya berwarna hitam glossy, meskipun pada betina pucat, bercak putih kekuningan di sekitar area kemaluan. Ikan muda dari kedua subspesies berwarna oranye.
Subspesies yang dicalonkan Trachypithecus auratus auratus memiliki morf langka yang tidak kehilangan warna juvenilnya saat dewasa, sebaliknya warnanya agak gelap, dengan semburat kuning di sisi, tungkai, dan sekitar telinganya, serta semburat hitam di punggungnya.
Lutung budeng adalah hewan diurnal, yakni aktif pada waktu siang hari di atas pepohonan. Makanan pokoknya terdiri dari tumbuh-tumbuhan. Memakan dedaunan, buah-buahan dan bunga. Spesies ini juga memakan larva serangga.
Lutung budeng hidup berkelompok, yang dalam satu kelompoknya terdiri dari sekitar tujuh ekor lutung, termasuk satu atau dua ekor lutung jantan dewasa. Lutung betina biasanya hanya mempunyai satu anak setiap kali melahirkan dan saling bantu membesarkan anak-anak lutung. Namun lutung betina juga bersifat sangat agresif terhadap lutung betina dari kelompok lain.
Lutung Jawa Timur atau East Javan Langur mendiami daerah pedalaman dan pinggiran hutan hujan.
Primata ini bersifat diurnal dan arboreal. Makanannya terutama herbivora, memakan daun, buah, bunga, dan kuncup bunga, meskipun ia juga memakan larva serangga. Seperti colobine lainnya, ia telah mengembangkan perut khusus untuk mencerna bahan tanaman dengan lebih efisien. Spesies ini juga memiliki kelenjar ludah yang membesar untuk membantunya memecah makanan.
Seperti lutung atau Languirs lainnya, lutung Jawa Timur merupakan hewan pergaulan, hidup berkelompok sekitar tujuh ekor, dengan satu atau dua ekor jantan dewasa dalam kelompok tersebut. Meskipun mereka akan menjaga keturunan dari ibu lain dan juga anaknya sendiri, betina dewasa agresif terhadap betina dari kelompok lain. Warna remaja yang lebih cerah mungkin mengingatkan betina akan kehadiran mereka dan memastikan bahwa mereka akan selalu diperhatikan dan dilindungi. Spesies ini tidak memiliki musim kawin yang terlihat dan betina menghasilkan satu keturunan pada satu waktu.
Hewan ini diketahui menghuni pelbagai tipe hutan, mulai dari hutan mangrove, hutan pantai, hutan rawa air-tawar, hutan hujan dataran rendah, hutan gugur daun tropika, serta hutan pegunungan hingga ketinggian sekitar 3.000-3.500 m dpl. Juga ditemukan di hutan-hutan tanaman jati, rasamala, dan akasia. Di wilayah Pegunungan Dieng, lutung budeng didapati baik di hutan primer maupun sekunder, di bagian tepi maupun di pedalaman hutan
|
Trachypithecus auratus (É. Geoffroy), Lutung Hitam alias Budeng |
Morfologi Lutung Hitam, Budeng, Trachypithecus auratusBeberapa peneliti membagi lutung jawa menjadi subspesies tertentu berdasarkan ciri morfologi dan distribusinya. Brandon-Jones (1995, 2004) dan Weitzel (1985) menyatakan bahwa terdapat dua subspesies Trachypithecus auratus di Jawa yaitu T. auratus auratus dan T. auratus mauritius. Supriatna (2000) menambahkan satu subspesies yaitu T. auratus cristatus. Secara morfologis lutung jawa memiliki panjang tubuh rata-rata dari ujung kepala sampai tungging 517 mm dan panjang ekornya 742 mm dengan berat tubuh rata-rata 6.3 kg (Written 1982 diacu dalam Bismark 1993). Rowe (1996) mencatat rata-rata bobot tubuh lutung jawa berkisar ± 7 kg dengan panjang tubuh berkisar 44-65 cm dan panjang ekor 61-87 cm.
Warna rambut dominan hitam diselingi dengan warna keperak-perakan dengan bagian ventral berwarna kelabu pucat dengan jambul yang menyembul di kepala. Anak lutung yang baru lahir berwarna kuning jingga tidak berjambul dan warnanya akan berubah semakin gelap menjadi hitam kelabu seiring pertumbuhan usianya (Rowe 1996). Pada betina terdapat bercak kuning di sekitar organ genitanya (Brandon-Jones 1995). Jenis primata arboreal ini memiliki bentuk ibu jari yang besar dengan telapak tangan berupa segitiga dan datar yang merupakan bentuk adaptasi lutung untuk dapat hidup di pohon (arboreal). Lutung jawa berjalan, berlari dan bergerak secara horizontal dan kontinyu menggunakan keempat tungkainya (quadrupedally) (Fleagle 1978, Rowe 1996). Formula gigi lutung jawa adalah 2:1:2:3 di kedua rahangnya (Ankel-Simons 2000) serta memiliki lambung sacculated yang membantu pencernaan sellulosa (Kool 1993, Nijman 2000, Primate Info Net 2007, Richardson 2005) serta memiliki kelenjar ludah yang besar untuk membantu memecah makanan.
Habitat dan Persebaran Lutung Hitam, Budeng, Trachypithecus auratus
Lutung jawa adalah primata endemik Indonesia yang hanya dapat ditemukan di Jawa, Bali, Lombok, Pulau Sempu dan Nusa Barung (IUCN 2011), dengan populasi di Lombok diindikasikan merupakan introduksi (Groves 2001). Populasi lutung jawa dapat ditemukan baik di hutan pedalaman Indonesia bagian barat demikian juga di kawasan pantai di bagian selatan (Nijman & Supriatna, 2008, Nijman 2000, Richardson 2005). Berbagai tipe habitat tercatat menjadi habitat lutung jawa seperti hutan mangrove, hutan pesisir, hutan rawa air tawar; hutan dataran rendah dan perbukitan yang selalu basah, hutan kerangas, hutan gugur dan hutan pegunungan sampai ketinggian 3500 m dpl, serta di beberapa hutan tanaman Jati Tectona grandis, Rasamala Altingia excelsa dan Akasia Acacia spp (Nijman 2000, Richardson 2005, Nijman & Supriatna 2008, Primate Info Net 2007). Lutung jawa juga tercatat menghuni kawasan dalam maupun tepi hutan
hujan (Nijman & van Balen 1998, Gurmaya et al. 1994). Kool (1986) menyatakan bahwa di CA Pangandaran lutung jawa hidup di hutan dataran rendah campuran dan hutan tanaman sekunder seperti Tectonia grandis, Swietenia macrophylla, dan tegakan Acacia auriculiformis.
Nijman (2000) telah mencatat sebanyak 42 titik distribusi lutung jawa di Jawa, Bali dan Lombok salah satunya adalah di Gunung Pancar. Di Jawa Timur, populasi-populasi tertentu memiliki dua tipe morfologi (dimorfis) yaitu jenis yang berwarna hitam (melanic) yang lebih umum dan jenis yang berwarna kuning (erythristic) yang ditemukan di bagian paling timur Jawa dengan batasnya Gunung Penanggungan dan sekitar Mojokerto ke arah selatan melalui Wonosalam dan Blitar menuju Pegunungan Kidul (Nijman 2000). Brandon-Jones (1995) menyatakan persebaran subspesies T. auratus auratus meliputi Jawa sebelah timur, Bali, Lombok, Palau Sempu and Nusa Barung. Subspesies ini memiliki dua bentuk morfologi dimana jenis yang berwarna merah tersebar secara terbatas antara Blitar, Ijen, dan Pugeran (Groves 2001). Morfologi yang lebih umum berwarna hitam dan ditemukan di Jawa sebelah timur menuju ke barat sampai Gunung Ujungtebu (Brandon-Jones 1995). Groves (2001) mencatat persebaran T. auratus mauritius terbatas di Jawa Barat menuju ke utara sampai Jakarta termasuk Bogor, Cisalak, dan Jasinga, Ujung Kulon dan Cikaso/Ciwangi. Lutung jawa tercatat juga ditemukan di Gunung Prahu (Nijman & van Balen 1998); Taman Nasional Ujung Kulon (Gurmaya et al. 1994); Pegunungan Dieng (Nijman & van Balen 1998) dan Gunung Pancar (Nijman 2000). Profauna (2010) mencatat bahwa di Tahura R Soerjo ditemukan 11 kelompok lutung jawa dengan total individu sebanyak 80 ekor.
Distribusi lutung jawa relatif luas dan merata dengan habitat yang beragam sesuai dengan kondisi topografi. Tercatat lutung jawa ditemukan mulai dari habitat hutan primer sampai pada habitat terbuka. Kondisi habitat lutung jawa saat ini sudah sangat berkurang akibat desakan kebutuhan manusia yang semakin tinggi akan lahan. Sebagian besar hutan dataran rendah khususnya di Jawa bisa dikatakan telah habis dan hanya tersisa sebagian kecil pada kantong-kantong kawasan konservasi sehingga mengakibatkan banyak populasi lutung jawa hidup pada habitat hutan pegunungan sampai dataran tinggi sebagai implikasi hilangnya hutan dataran rendah.
|
Trachypithecus auratus (É. Geoffroy), Lutung Hitam alias Budeng |
Hutan pegunungan dataran rendah sampai hutan tropis pegunungan tinggi ternyata juga tidak lepas dari tekanan aktivitas manusia. Pada level tertentu gangguan hanya bersifat temporer, namun pada kondisi yang sudah sangat parah konversi hutan menjadi areal penggunaan lain tidak bisa lagi dihindarkan. Gunung Pancar adalah salah satu potret kondisi hutan pegunungan dataran rendah terganggu yang masih tersisa di kawasan Bogor. Status kawasan yang merupakan taman wisata alam merupakan salah satu alasan mengapa sampai saat ini Gunung Pancar masih memiliki hutan alam walaupun dengan kondisi yang amat memprihatinkan.Fragmen-fragmen habitat yang tersebar merata di seluruh Indonesia khususnya di Pulau Jawa telah membentuk populasi-populasi kecil yang terpisah satu sama lain (metapopulasi) sehingga mengakibatkan resiko ancaman kepunahan semakin tinggi. Faktor pemanfaatan secara ilegal melalui mekanisme perburuan dan perdagangan liar menjadi ancaman serius kelestarian lutung jawa saat ini. Belum lagi faktor internal seperti degradasi genetik yang lazim terjadi pada populasi yang kecil akan semakin mengancam kelestarian lutung jawa.
|
Trachypithecus auratus (É. Geoffroy), Lutung Hitam alias Budeng |
Struktur Kelompok Lutung Hitam, Budeng, Trachypithecus auratusLutung jawa adalah primata yang hidup berkelompok dan bersifat diurnal serta arboreal dengan sebagian besar aktivitas dihabiskan diatas pohon (Lekagul & McNeely 1977). Kartikasari (1982) menyatakan bahwa dalam satu kelompok lutung jawa rata-rata terdiri dari 10 individu dengan satu jantan, beberapa betina dewasa, anak dan bayi. Menurut Medway (1970) lutung jawa berkelompok dengan anggota 6–23 ekor, dengan 1 ekor jantan dewasa sebagai pemimpin.
Cannon (2009) juga menyatakan dalam satu kelompok lutung jawa biasanya terdiri dari 1-2 jantan dengan 5-6 betina, ukuran kelompok bisa mencapai 23 individu dengan tetap 1-2 jantan dalam kelompok. Jumlah betina dalam kelompok lebih dominan dibanding jantan, hal ini terkait dengan sistem perkawinan poligami dimana satu jantan akan mengawini banyak betina dalam kelompoknya.
Jantan muda biasanya akan terpisah dengan kelompoknya dan membentuk kelompok dengan para jantan muda lainnya. Ukuran kelompok dipengaruhi oleh faktor iklim dan musim (Cannon 2009). Pada musim kering yang panjang ukuran kelompok biasanya akan lebih besar, hal ini terkit dengan ketersediaan sumber
daya pakan. Watanabe et al. (1996) mencatat bahwa populasi lutung jawa di Cagar Alam Pangandaran membentuk kelompok kecil yang padat dan cenderung menghindari perkebunan jati. Hasil penelitian Megantara (2004) menunjukkan bahwa secara umum penyebaran lutung di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Pangandaran tidak merata, di Taman Wisata lebih mengelompok daripada yang
terdapat di Cagar Alam. Tercatat masing-masing 7 kelompok lutung jawa di Taman Wisata dan Cagar Alam dengan kepadatan kelompok 18-26 kel/km2 dan 3.5 kel/km2 . Beberapa studi mencatat kepadatan rata-rata berkisar 7.9 – 8.8 kelompok/km2 dengan estimasi individu 114 – 147.9 individu/km2 (Meijaard & Nijman komunikasi pers dalam IUCN 2011). Rata-rata lutung jawa dapat hidup selama kira-kira 20 tahun (Delson 2008).
Perilaku Reproduksi Lutung Hitam, Budeng, Trachypithecus auratus
Pola reproduksi lutung jawa adalah poligami dimana jantan dominan akan mengawini beberapa betina dalam kelompoknya. Betina akan memulai masa bereproduksi pada umur 3-4 tahun dan dapat melahirkan satu anak dalam setahun.
Reproduksi dan kelahiran dapat terjadi sepanjang tahun (Cannon 2009). Pola pengasuhan anak dilakukan oleh betina dalam kelompok secara bersama-sama (allomothering) (Bristol Zoo Gardens 2009, Nijman 2000, Primate Info Net 2007).
Dalam masa mengasuh anak betina akan bersifat agresif terhadap betina dari kelompok lain (Kool 1991, Nijman and Supriatna 2008, Nijman 2000, Primate Info Net 2007, Richardson 2005). Bayi lutung akan tumbuh dengan cepat dan mandiri pada usia 1 tahun (Cannon 2009).
|
Trachypithecus auratus (É. Geoffroy), Lutung Hitam alias Budeng |
Perilaku dan Kebiasaan Lutung Hitam, Budeng, Trachypithecus auratus
Perilaku satwa dapat dikategorikan dalam beberapa kategori sesuai dengan fungsinya meliputi perilaku pemeliharaan, perilaku makan, orientasi dan navigasi dan beberapa perilaku sosial baik interspesifik maupun intraspesifik yang lazim disebut sosiobiologi (Slater 1990 diacu dalam Setiawan 1996). Perilaku harian dibagi ke dalam empat kategori yaitu perilaku istirahat (resting), makan (feeding), perilaku bergerak (moving) (Chiver & Raemakers 1980) serta aktivitas sosial (social activities) (Chalmers 1980). Aktivitas berpindah (moving) meliputi berjalan quadropedal, berlari kecil, berpindah bipedal, meloncat, bergelantungan, berenang, memanjat dan menuruni pohon (Betrand 1969). Aktivitas yang termasuk dalam aktivitas makan meliputi makan, minum dan foraging. Aktivitas istirahat meliputi istirahat, self-grooming dan tidur. Aktivitas sosial meliputi social grooming, kawin, bermain, dan berkelahi.
|
Trachypithecus auratus (É. Geoffroy), Lutung Hitam alias Budeng |
Biorithme harian lutung jawa relatif tetap, kecuali jika ada perubahan yang signifikan terkait pakan maupun cuaca. Ambarwati (1999) mencatat bahwa aktivitas lutung jawa dimulai pada pukul 05.30 sampai 17.30 dengan persentase 49% istirahat, 23% makan, 22% berjalan, 10% tidur dan 3% bersuara. Aktivitas lutung jawa juga dipengaruhi oleh suhu (Nadler et al 2002) dimana pada suhu kurang dari 10 derajat Celcius lutung cenderung bergerak cepat, makan dengan cepat kemudian berpindah ke tempat yang kering seperti semak belukar, sedangkan pada suhu 10- 30 derajat celcius lutung lebih suka berkumpul bersama di bawah naungan pohon untuk istirahat dan makan.
Salah satu jenis aktivitas yang cukup penting adalah makan. Ada beberapa cara yang dilakukan lutung dalam memperoleh makanannya. Biasanya lutung akan langsung makan dengan mulutnya jika makanannya adalah pucuk daun; jika berupa ranting atau tangkai daun maka lutung biasanya akan meraihnya lebih dahulu dengan tungkainya baru kemudian dimasukkan ke dalam mulut; untuk jenis buah biasanya lutung akan memetiknya baru kemudian dimakannya.
Persentase aktivitas makan lutung sebesar 10.49 % dari aktivitas total dengan aktivitas tertinggi pada pukul 08.00 sebesar 4.38 % (Pratiwi 2008).
Zainal (2008) mengungkapkan bahwa perilaku lutung jawa baik di penangkaran maupun di habitat alami relatif sama dengan aktivitas makan tertinggi berupa daun (58.68% di penangkaran dan 98% di habitat alami), aktivitas bergerak tertinggi adalah berjalan (43.49% dan 46.47%), aktivitas istirahat tertinggi adalah duduk (86.48% dan 99.69%), aktivitas sosial tertinggi adalah bersuara (33.51% dan 78.17%), dan penggunaan strata tertinggi adalah strata tengah (49.22%) untuk di penangkaran dan strata atas (43.11%) di habitat alami.
Hal ini menunjukkan adanya adaptasi yang berbeda untuk kondisi habitat yang berbeda. Bentuk komunikasi pada lutung jawa biasanya menggunakan kontak suara, fisik maupun visual. Mereka menggunakan komunikasi suara saat terjadi ancaman, biasanya jantan dewasa mengeluarkan suara peringatan jika ada ancaman yang mendekati kelompoknya (Cannon 2009)
|
Trachypithecus auratus (É. Geoffroy), Lutung Hitam alias Budeng |
Wilayah dan Jelajah Lutung Hitam, Budeng, Trachypithecus auratus
Wilayah jelajah lutung jawa berkisar antara 20-30 ha dan akan cenderung lebih luas di wilayah pulau Jawa dibandingkan dengan pulau lain di Indonesia.
Nijman & Supriatna (2008) mencatat kepadatan populasi lutung jawa 23 ind/km2 di Pegunungan Dieng. Luas wilayah jelajah lutung di Taman Wisata Alam Pangandaran (TWAP) (Brotoisworo & Dirgayusa 1991, Megantara & Dirgayusa 1992) adalah seluas 4.7–8.8 ha, sedangkan menurut Husodo & Megantara (2002) luas wilayah jelajah lutung di TWAP sebesar 2.78–6.67 ha atau rata-rata 3.46 ha.
Hendratmoko (2009) mencatat rata-rata daerah jelajah lutung jawa di Cagar Alam Pangandaran seluas 10.07 ha. Djuwantoko (1994) menyatakan bahwa di kawasan hutan jati Jawa Tengah daerah jelajah lutung jawa sebesar 32-43 ha. Selanjutnya Susetyo (2004) menjelaskan bahwa kepadatan populasi lutung di Taman Nasional
Alas Purwo adalah 50 ekor per km2
Pergerakan harian lutung jawa dapat mencapai 500-1300 m (Supriatna 2000). Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa luas wilayah jelajah lutung jawa bersifat dinamis sesuai dengan kondisi habitat
|
Trachypithecus auratus (É. Geoffroy), Lutung Hitam alias Budeng |
Perilaku Makan Lutung Hitam, Budeng, Trachypithecus auratus
Menurut Written (1982) diacu dalam Bismark (1993) meyebutkan lutung merupakan pemakan daun dengan komposisi pakan berupa daun 50%, buah 32% dan 13% sisanya berupa bagian tumbuhan lain dan serangga. Supriatna & Hendras (2000) mencatat terdapat 66 jenis tumbuhan sumber pakan lutung dimana 50% dimanfaatkan daunnya, 32% buah, 13% bunga dan sisanya bagian tumbuhan dan serangga. Lutung jawa lebih memilih daun yang tinggi protein dan rendah serat (Cannon 2009). Pemilihan jenis dan bagian pakan tersebut diduga menyebabkan lutung sering buang air besar dan buang air kecil serta banyak beristirahat (tidur).
Hal ini didukung oleh Kay (1984) yang menyatakan bahwa satwa bertubuh kecil yang membutuhkan energi tinggi biasanya lebih banyak makan serangga, sedangkan satwa bertubuh besar yang tidak memerlukan energi tinggi cenderung memakan dedaunan.
Pakan lutung terdiri dari dedaunan baik muda atau tua, buah-buahan baik matang ataupun mentah, bunga, kuncup bunga, dan larva serangga (Kool 1993) dan menyukai daun yang masih muda atau berupa pucuk (Pratiwi 2008, Kurniawaty 2009). Iskandar (2003) juga menyatakan bahwa lutung memanfaatkan buah kedawung sebagai salah satu sumber pakan. Menurut Kool (1992, 1993) separuh pakan lutung jawa terdiri atas dedaunan berprotein tinggi. Daun yang dipilih untuk dikonsumsi yaitu mempunyai kandungan serat rendah dan mudah dicerna. Pucuk daun jati (Tectona grandis) merupakan sumber pakan penting apabila jumlah pakan langka. Buah-buahan juga dikonsumsi oleh lutung karena mempunyai kadar tanin dan kadar fenol yang lebih tinggi dari dedaunan (Kool 1992). Menurut Goltenboth (1976) dan Davies et al. (1988) kadar tanin ini berguna untuk mengurangi kadar keasaman lambung akibat fermentasi pakan.
Kool (1993) dalam Hendratmoko (2009) menyatakan bahwa pakan lutung di CAP 27–37% adalah buah-buahan, yang terdiri dari 5–27% buah-buahan mentah dan 10–12% buah masak dengan tumbuhan penting sumber pakan meliputi Ficus sinuata, Ficus sumatrana dan Vitex pinnata. Kurniawan & Herna (2005) mencatat bahwa lembayungan (Turpinia sp), pasang (Quercus sp), sapen (Engehaidia spicata) dan tutup (Homalanthus sp) merupakan jenis tumbuhan pakan lutung jawa di SM Dataran Tinggi Hyang, Malang
Dalam memanfaatkan sumber daya pakan, kelompok yang berbeda dapat berbagi tanpa adanya konfrontasi yang signifikan. Jantan dewasa memiliki proporsi makan yang lebih sedikit dibandingkan betina dan anak-anak (Kool 1993, Primate Info Net 2007, Richardson 2005).
|
Trachypithecus auratus (É. Geoffroy), Lutung Hitam alias Budeng |
Klasifikasi Taksonomi Lutung Hitam, Budeng, Trachypithecus auratus
Clade : Mammalia
Order : Primates
Family : Cercopithecidae
Genus : Trachypithecus
Species : Trachypithecus auratus
Binomial name
Trachypithecus auratus (É. Geoffroy, 1812)
Sinonim
Simia Maura Schreber
Cercopithecus auratus É. Geoffroy
Semnopithecus Pyrrhus Horsfield, 1823.
Presbytes cristata — Gray, 1843.
Pithecus pyrrhus sondaicus Robinson & Kloss, 1919
Pithecus pyrrhus kohlbruggei Sody, 1931
Trachypithecus pyrrhus stresemanni Pocock, 1935
Semnopithecus auratus
Presbytis auratus
|
Trachypithecus auratus (É. Geoffroy), Lutung Hitam alias Budeng |
Status Konservasi dan Status Perlindungan Lutung Hitam, Budeng, Trachypithecus auratus
Lutung jawa merupakan satwa primata yang dilindungi di Indonesia berdasarkan pada Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 733/Kpts-II/1999 tentang penetapan lutung jawa (T. auratus) sebagai satwa yang dilindungi. Dasar penetapan ini adalah mengingat terjadinya penurunan populasi yang cukup drastis di alam sehingga jika tidak dilakukan perlindungan maka jenis satwa ini akan punah. Selain itu lutung jawa termasuk dalam kategori vulnerable A2dc dimana populasi diidikasikan menurun 30% sepanjang 30 tahun (3 generasi) dan beresiko punah jika tidak dilakukan penanganan (IUCN 2011). CITES juga memasukkan lutung jawa dalam kategori Appendix II.
Ancaman utama kelestarian lutung jawa adalah hilangnya habitat serta degradasi habitat terkait aktivitas pertanian dan permukiman (IUCN 2011), selain itu perburuan dan perdagangan ilegal juga menjadi ancaman serius. Tercatat setidaknya 2500 ekor lutung jawa diburu dan diperdagangkan setiap tahun untuk kebutuhan konsumsi (Anonim 2010). Predator alami lutung jawa adalah harimau jawa (Panthera tigris sondaica) and macan tutul (Primate Info Net 2007, Richardson 2005). Lebih jauh IUCN (2011) mencatat beberapa faktor yang mengancam populasi alami lutung jawa seperti permukiman dan pembangunan komersil, perkembangan daerah urban, kegiatan pertanian, penggunaan sumber daya alam, pemanenan hasil hutan non kayu, perburuan satwa serta pemanfaatan lutung jawa dengan tujuan khusus.
Vegetasi terkait Lutung Hitam, Budeng, Trachypithecus auratus
pasang Quercus argentea
ki haji Dysoxylum macrocarpum
ki rambutan Xerospermum noronhianum
ki cau Pisonia ubelliflora
pasang renjung Lithocarpus elegans
kayu afrika Maesopsis eminii
kiara Ficus punctata
kiara kebo Ficus elastica
ki kemang Phoebe excelsa
pasang besi Quercus javensis
putat Planchonia vallida
gadog Bischofia javanica
muncang/kemiri Aleurites moluccana
Mindi Azadirachta indica
kiara pereng Ficus globosa
anggrit Adina polycephala
picung Pangium edule
ki bonteng Casearia grewiaefolia
ki kemang Mangifera caesia
ki kadu Fagraea elliptica
pasang Lithocarpus sundaicus
binong Tetrameles nudiflora
balik angin Mallotus paniculatus
huru payung Actinodaphne procera
nangka Artocarpus heterophyllus
ki pare Glochidion arborescens
ki putat munut Chydenanthus excelsus
kopinango Dysoxylum densiflorum
dadap Erythryna subumbrans
randu Ceiba pentandra
saninten Castanopsis javanica
ki acret Dysoxyllum parasiticum
huru besi Litsea chinensis
mangga pari Mangifera indica
duren Durio zibethinus
randu hutan Neesia altissima
manggu gunung Garcinia dulcis
ki sireum Syzygium rostratum
ki ketan Saurauia nudiflora
Ardisia macrophylla
hamerang Croton argyratus
bisoro Ficus hirta
ki lumlum Mastixia trichotoma
ki capi Sandoricum koetjape
pinus Pinus merkusii
harambai Baccaurea racemosa
bayur Pterospermum javanicum
ki lumlum Talauma elegans
kanyere Bridelia monoica
ki bonteng Ficus virens
kupa Syzygium polycephala
kondang Ficus variegata
nangsi Villebrunea rubescens
tereup Artocarpus elasticus
pulus Dendrocnide stimulans
Lokasi Pemotretan
Lokasi pemotretan di Taman Safari Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Detail :
Camera maker : Nikon Corporation
Camera model : Nikon D5200
F Stop : f/4.8
Exposure time : 1/320 sec.
ISO Speed : ISO 2000
Focal lengh : 195 mm
Lens : Sigma 70-300mm f/4-5.6 DG Macro
Kamus Identifikasi tumbuhan dan tanaman serta Sumber Informasi untuk Pengenalan Tumbuhan dan Tanaman
Planter and Fore
0 Response to "Trachypithecus auratus (É. Geoffroy), Lutung Hitam alias Budeng, Primata Asli Indonesia"
Post a Comment