Tata Cara Pengendalian Penyakit Jamur Akar Putih untuk Mempertahankan Populasi Tanaman Karet
Tata Cara Pengendalian Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) untuk Mempertahankan Populasi Tanaman Karet
Penyakit JAP pada tanaman karet menjadi masalah yang penting di beberapa negara produsen karet Hevea. Penyakit ini dijumpai di pembibitan, entres, tanaman belum menghasilkan, tanaman menghasilkan, bahkan di area kebun karet tua.
Dalam artikel ini beberapa hal terkait JAP seperti :
akan menjadi topik dalam pembahasan.
Penyebab Penyakit
Penyakit JAP disebabkan oleh Jamur Rigidoporus lignosus (Klotzszch) Imazeki yang tergolong dalam kelas Basidiomycetes dan famili Poliporaceae. Nama-nama lain yang sering digunakan antara lain : Fomes lignosus, Leptoporus lignosus, Fomes semitostus dan Rigidoporus microporus.
Arti Ekonomi JAP
Setiap tanaman karet yang terserang oleh JAP jika tidak segera ditanggulangi akan mati. Tanaman terinfeksi yang mati akan menjadi sumber infeksi bagi tanaman di sekitarnya yang menyebabkan populasi pohon per satuan luas menjadi berkurang dan sebagai akibatnya produktivitas kebun menjadi sangat rendah. JAP dapat menyerang tanaman pada semua stadia pertumbuhan, dan serangan terberat umumnya terjadi pada tanaman berumur 2-5 tahun. Pada daerah endemik, serangan JAP menyebabkan kerapatan pohon turun menjadi 40-50%.
Penyakit JAP mengakibatkan kematian tanaman sehingga secara langsung menurunkan produksi kebun. Di perkebunan karet Indonesia, penyakit JAP diperkirakan telah menyebabkan kerugian finansial yang besar karena kematian tanaman karet dan biaya tinggi dari pengendalian penyakit. Kerugian finansial akibat kematian tanaman adalah sekitar Rp. 1,8 triliun (sekitar US$ 200 juta) per tahun.
Gejala Serangan JAP
Gejala serangan JAP pada tanaman karet ditandai dengan adanya perubahan warna daun secara mendadak, terutama pada daun-daun muda. Daun berwarna hijau kusam dan tampak lebih tebal daripada yang normal. Selanjutnya daun tersebut berubah warna menjadi kuning kecoklatan lalu mengering. Apabila kulit batang ditoreh, tanaman kadang-kadang tidak mengeluarkan getah sama sekali. Tanaman yang terserang berat akhirnya tumbang dengan daun yang masih menggantung. Adakalanya tanaman yang terserang membentuk bunga dan buah lebih awal.
Pada permukaan akar tanaman yang terserang jamur akar putih terdapat benang-benang miselium jamur (rizomorf) berwarna putih menjalar sepanjang akar. Di sana-sini benang-benang meluas atau bercabang-cabang seperti jala. Keberadaan R. lignosus dapat juga ditandai dengan terbentuknya tubuh buah pada pangkal batang tanaman karet yang mengalami serangan lanjut. Tubuh buah ini berbentuk setengah lingkaran yang terdiri dari 2 lapisan. Lapisan atas berwarna lebih muda, sedangkan lapisan bawah berwarna coklat muda kemerah-merahan. Tubuh buah tersebut terutama berfungsi untuk menghasilkan spora. Spora-spora tersebut dapat menjadi agen dalam infeksi terhadap tanaman sehat.
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan JAP
Timbulnya penyakit akar R. lignosus erat hubungannya dengan kebersihan lahan. Tunggul atau sisa tebangan pohon, perdu, dan semak yang tertinggal dalam tanah merupakan substrat R. Iignosus. Potensi R. lignosus sangat ditentukan oleh banyaknya tunggul di lahan yang bersangkutan. Keberadaan R. lignosus dalam tanah di samping ditentukan oleh faktor-faktor tersebut juga ditentukan oleh organisme renik yang melapukkan tunggul.
Penyebaran penyakit JAP yang paling efektif yaitu melalui kontak akar. Apabila akar-akar tanaman sehat saling bersinggungan dengan akar tanaman karet yang sakit maka rizomorf JAP akan menjalar pada akar tanaman yang sehat kemudian menuju pada leher akar dan selanjutnya menginfeksi akar lateral lainnya. Tanaman yang terinfeksi ini akan menjadi sumber infeksi bagi tanaman jirannya, sehingga perkembangan penyakit makin lama makin meluas. Penyebaran penyakit yang disebarkan melalui spora sangatlah kecil.
Spora dapat berkecambah apabila ada inang perantara. Peranan spora dalam penularan JAP dengan cara spora tersebut jatuh pada permukaan tunggul dengan bantuan air dan cuaca yang mendukung kemudian berkecambah dan turun ke bawah menuju ke akar, baru kemudian tunggul tersebut menjadi sumber infeksi dari tanaman karet di sekitarnya.
Penyakit akar putih termasuk penyakit bertipe monosiklik dengan model berbunga tunggal :
Xt = Q (1+Rt)
(Q = populasi inokulum awal, R = laju perkembangan penyakit, t = waktu dan Xt = kejadian penyakit pada waktu t)
yaitu termasuk tipe penyakit yang berkembang dengan lambat atau tahunan (Van Der Plank, 1963). Sebagai gambaran jika seandainya terdapat 100 pohon sakit/mati akibat JAP pada suatu areal dengan laju infeksi 5 % setiap bulan, maka dalam waktu satu tahun jumlah pohon sakit menjadi 160 pohon.
Pencegahan dan Pengendalian JAP
Mengingat bahwa R. lignosus menyerang tanaman karet pada semua stadia pertumbuhan, sejak tanaman masih di pembibitan (ground nursery), tanaman polibeg, hingga tanaman dewasa juga terserang, oleh sebab itu upaya pengendalian penyakit sebagai tindakan pencegahan (preventif) dan pengobatan (kuratif) perlu dilakukan. Pengobatan tanaman sakit sebaiknya dilakukan pada waktu serangan dini untuk mendapatkan keberhasilan pengobatan serta dapat mempertahankan populasi tanaman. Bila pengobatan dilakukan pada waktu serangan lanjut maka keberhasilan pengobatan hanya mencapai < 80%. Pengendalian penyakit JAP dilakukan dengan berbagai cara meliputi kultur teknis, mekanis, biologi, maupun kimiawi.
Tahapan dalam pengendalian penyakit JAP :
1. Monitoring rutin
2. Pengendalian Kultur Teknis
3. Pengendalian Secara Biologi
4. Pengedanlian Secara Kimiawi
Monitoring Rutin
Langkah awal pengendalian yang harus dilakukan adalah monitoring untuk mengetahui sedini mungkin ada atau tidaknya serangan penyakit JAP pada tanaman karet dengan mengamati/ memeriksa adanya gejala serangan pada tajuk atau perdaunan tanaman karet.
Selanjutnya untuk mencegah meluasnya serangan dari pohon ke pohon dilakukan pemeriksaan dengan membuka leher akar atau memberi mulsa pada pangkal pohon untuk memastikan adanya penyakit pada pohon. Tanaman karet yang terinfeksi akan terlihat adanya rizomorf jamur berwarna putih yang muncul di atas permukaan tanah melekat pada pangkal pohon.
Hasil monitoring menentukan metode pengendalian yang akan diterapkan, diantaranya adalah pengendalian secara biologi. Monitoring merupakan langkah awal untuk mengetahui perkembangan penyakit dengan tujuan untuk menetapkan tanaman yang terserang serta tingkat serangannya (Tabel 1). Monitoring dilakukan secara periodik.
Pengendalian secara Kultur Teknis
Pengendalian secara kultur teknis merupakan pengendalian dengan melakukan budidaya tanaman karet yang baik untuk meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit JAP serta memodifikasi lingkungan sehingga tidak sesuai bagi pertumbuhan patogen.
Pengendalian penyakit saat ini diarahkan pada pengendalian secara biologi sejalan dengan peraturan pemerintah No. 12 Tahun 1992 yang diarahkan pada pengendalian hama penyakit terpadu (PHT). Salah satu komponen di dalam pengendalian penyakit
terpadu adalah pengendalian secara biologi. Pengendalian secara biologi dilakukan dengan cara penggunaan musuh-musuh alami dari patogen tersebut yang dapat berupa jamur ataupun bakteri yang bersifat antagonis terhadap patogen. Jamur antagonis yang sudah dikenal luas mampu menekan JAP adalah Trichoderma. Trichoderma merupakan jamur yang hidup pada lapisan tanah yang sama dengan JAP. Trichoderma di dalam tanah lebih menyukai kondisi tanah lebih masam yakni pH 3,5 – pH 5,5 (Sujatno dan Pawirosoemardjo, 2001). Pada pengujian Soepena (1995), jamur Trichoderma dapat mengendalikan JAP di lapangan dengan persentase kesembuhan mencapai 92,5% pada pengamatan 12 bulan setelah aplikasi.
Trichoderma diproses secara fermentasi dengan cara membiakkannya dalam media menir (beras) kemudian diformulasikan dengan bahan tambahan yang mengandung karbohidrat sebagai carier. Kandungan bahan aktif di dalam biofungisida adalah 15 – 20 x 106 konidia/gram. Jamur Trichoderma yang sudah diformulasikan tersebut dikenal sebagai biofungisida Triko SPPlus (Sujatno dan Pawirosoemardjo, 2001). Aplikasi biofungsida di lapangan dilakukan dengan cara menaburkan di sekeliling pangkal pohon sesuai dosis anjuran (Tabel 1). Penggunaan biofungisida dimaksud bertujuan sebagai preventif dan juga kuratif terhadap serangan JAP (Sujatno dan Pawirosoemardjo, 2001). Berdasarkan hasil pengujian Triko SPPlus pada tanaman polibeg yang diinokulasi secara buatan dengan JAP diketahui Triko SPPlus dapat menyembuhkan penyakit JAP dengan persentase kesembuhan >60% pada pengamatan satu bulan setelah aplikasi.
Pengendalian secara Kimiawi
Pengendalian JAP secara kimiawi merupakan tindakan pengobatan (kuratif). Cara yang paling efektif adalah dilakukan dengan cara pelumasan fungisida langsung ke bagian perakaran yang telah terinfeksi. Beberapa fungisida yang efektif dalam pengendalian cara pelumasan adalah fungisida berbahan aktif PCNB ( Pentha Cloro Netro Bezene ), Tridemorf, Triadimefon, dan hexakonazol.
Sebelum dilumas fungisida, permukaan akar tanaman yang sakit dibebaskan terlebih dahulu dari rizomorph JAP, yaitu dengan jalan mengerok. Pengerokan rizomorph hendaknya menggunakan alat yang tumpul agar tidak melukai akar.
Apabila hal itu terjadi maka harus dilakukan pengulangan aplikasi karena dapat dipastikan fungisida tersebut ikut tercuci (run off).
Penyiraman sebaiknya juga dilakukan pada pohon di sebelahnya. Pengujian juga telah dilakukan pada fungisida kimia berbahan aktif Triadimefon yang disiramkan pada tanaman polibag yang telah diinokulasikan secara buatan dengan JAP dan hasilnya menunjukkan keberhasilan dengan persentase kesembuhan mencapai 93,3% pada pengamatan satu bulan setelah aplikasi. Dan berdasarkan pengujian Soepena (1995) pada tanaman yang terserang JAP secara alami di lapangan menunjukkan bahwa fungisida berbahan aktif Triadimefon dapat menyembuhkan dengan tingkat keberhasilan mencapai >70% pada pengamatan 6 bulan setelah aplikasi.
Pelumasan atau penyiraman dilakukan 6 buIan sekali sampai tanaman menjadi sehat dan sebaiknya juga dilakukan pada tanaman-tanaman di sebelahnya. Beberapa fungisida kimia yang dapat mengendalikan penyakit JAP dapat dilihat pada Tabel 4.
Jamur Akar Putih Ligidoporus lignosus |
Dalam artikel ini beberapa hal terkait JAP seperti :
- Penyebab penyakit JAP
- Arti ekonomi JAP
- Gejala serangan JAP
- Faktor yang mempengaruhi perkembangan JAP
- Pencegahan dan pengendalian JAP
akan menjadi topik dalam pembahasan.
Penyebab Penyakit
Penyakit JAP disebabkan oleh Jamur Rigidoporus lignosus (Klotzszch) Imazeki yang tergolong dalam kelas Basidiomycetes dan famili Poliporaceae. Nama-nama lain yang sering digunakan antara lain : Fomes lignosus, Leptoporus lignosus, Fomes semitostus dan Rigidoporus microporus.
JAP, disebabkan oleh Jamur Ligidoporus lignosus |
Setiap tanaman karet yang terserang oleh JAP jika tidak segera ditanggulangi akan mati. Tanaman terinfeksi yang mati akan menjadi sumber infeksi bagi tanaman di sekitarnya yang menyebabkan populasi pohon per satuan luas menjadi berkurang dan sebagai akibatnya produktivitas kebun menjadi sangat rendah. JAP dapat menyerang tanaman pada semua stadia pertumbuhan, dan serangan terberat umumnya terjadi pada tanaman berumur 2-5 tahun. Pada daerah endemik, serangan JAP menyebabkan kerapatan pohon turun menjadi 40-50%.
Penyakit JAP mengakibatkan kematian tanaman sehingga secara langsung menurunkan produksi kebun. Di perkebunan karet Indonesia, penyakit JAP diperkirakan telah menyebabkan kerugian finansial yang besar karena kematian tanaman karet dan biaya tinggi dari pengendalian penyakit. Kerugian finansial akibat kematian tanaman adalah sekitar Rp. 1,8 triliun (sekitar US$ 200 juta) per tahun.
Jika Terserang Jamur Akar Putih, Produksi akan menurun |
Gejala serangan JAP pada tanaman karet ditandai dengan adanya perubahan warna daun secara mendadak, terutama pada daun-daun muda. Daun berwarna hijau kusam dan tampak lebih tebal daripada yang normal. Selanjutnya daun tersebut berubah warna menjadi kuning kecoklatan lalu mengering. Apabila kulit batang ditoreh, tanaman kadang-kadang tidak mengeluarkan getah sama sekali. Tanaman yang terserang berat akhirnya tumbang dengan daun yang masih menggantung. Adakalanya tanaman yang terserang membentuk bunga dan buah lebih awal.
Pada permukaan akar tanaman yang terserang jamur akar putih terdapat benang-benang miselium jamur (rizomorf) berwarna putih menjalar sepanjang akar. Di sana-sini benang-benang meluas atau bercabang-cabang seperti jala. Keberadaan R. lignosus dapat juga ditandai dengan terbentuknya tubuh buah pada pangkal batang tanaman karet yang mengalami serangan lanjut. Tubuh buah ini berbentuk setengah lingkaran yang terdiri dari 2 lapisan. Lapisan atas berwarna lebih muda, sedangkan lapisan bawah berwarna coklat muda kemerah-merahan. Tubuh buah tersebut terutama berfungsi untuk menghasilkan spora. Spora-spora tersebut dapat menjadi agen dalam infeksi terhadap tanaman sehat.
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan JAP
Timbulnya penyakit akar R. lignosus erat hubungannya dengan kebersihan lahan. Tunggul atau sisa tebangan pohon, perdu, dan semak yang tertinggal dalam tanah merupakan substrat R. Iignosus. Potensi R. lignosus sangat ditentukan oleh banyaknya tunggul di lahan yang bersangkutan. Keberadaan R. lignosus dalam tanah di samping ditentukan oleh faktor-faktor tersebut juga ditentukan oleh organisme renik yang melapukkan tunggul.
Penyebaran penyakit JAP yang paling efektif yaitu melalui kontak akar. Apabila akar-akar tanaman sehat saling bersinggungan dengan akar tanaman karet yang sakit maka rizomorf JAP akan menjalar pada akar tanaman yang sehat kemudian menuju pada leher akar dan selanjutnya menginfeksi akar lateral lainnya. Tanaman yang terinfeksi ini akan menjadi sumber infeksi bagi tanaman jirannya, sehingga perkembangan penyakit makin lama makin meluas. Penyebaran penyakit yang disebarkan melalui spora sangatlah kecil.
Spora dapat berkecambah apabila ada inang perantara. Peranan spora dalam penularan JAP dengan cara spora tersebut jatuh pada permukaan tunggul dengan bantuan air dan cuaca yang mendukung kemudian berkecambah dan turun ke bawah menuju ke akar, baru kemudian tunggul tersebut menjadi sumber infeksi dari tanaman karet di sekitarnya.
Penyakit akar putih termasuk penyakit bertipe monosiklik dengan model berbunga tunggal :
Xt = Q (1+Rt)
(Q = populasi inokulum awal, R = laju perkembangan penyakit, t = waktu dan Xt = kejadian penyakit pada waktu t)
yaitu termasuk tipe penyakit yang berkembang dengan lambat atau tahunan (Van Der Plank, 1963). Sebagai gambaran jika seandainya terdapat 100 pohon sakit/mati akibat JAP pada suatu areal dengan laju infeksi 5 % setiap bulan, maka dalam waktu satu tahun jumlah pohon sakit menjadi 160 pohon.
Pencegahan dan Pengendalian JAP
Mengingat bahwa R. lignosus menyerang tanaman karet pada semua stadia pertumbuhan, sejak tanaman masih di pembibitan (ground nursery), tanaman polibeg, hingga tanaman dewasa juga terserang, oleh sebab itu upaya pengendalian penyakit sebagai tindakan pencegahan (preventif) dan pengobatan (kuratif) perlu dilakukan. Pengobatan tanaman sakit sebaiknya dilakukan pada waktu serangan dini untuk mendapatkan keberhasilan pengobatan serta dapat mempertahankan populasi tanaman. Bila pengobatan dilakukan pada waktu serangan lanjut maka keberhasilan pengobatan hanya mencapai < 80%. Pengendalian penyakit JAP dilakukan dengan berbagai cara meliputi kultur teknis, mekanis, biologi, maupun kimiawi.
Tahapan dalam pengendalian penyakit JAP :
1. Monitoring rutin
2. Pengendalian Kultur Teknis
3. Pengendalian Secara Biologi
4. Pengedanlian Secara Kimiawi
Monitoring Rutin
Langkah awal pengendalian yang harus dilakukan adalah monitoring untuk mengetahui sedini mungkin ada atau tidaknya serangan penyakit JAP pada tanaman karet dengan mengamati/ memeriksa adanya gejala serangan pada tajuk atau perdaunan tanaman karet.
Tabel Kriteria Skala Serangan JAP |
Penandaan Pohon yang terserang Jamur Akar Putih (JAP) |
Peralatan yang diperlukan untuk menangani Jamur Akar Putih |
Pengendalian secara kultur teknis merupakan pengendalian dengan melakukan budidaya tanaman karet yang baik untuk meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit JAP serta memodifikasi lingkungan sehingga tidak sesuai bagi pertumbuhan patogen.
- Pengolahan tanah yang intensif dengan menggunakan alat mekanis sampai pada kegiatan ayap akar untuk menyingkirkan sumber infeksi berupa sisa – sisa akar dan tunggul tanaman lama dari dalam tanah yang dapat menjadi sumber inokulum JAP. Cara tersebut dapat menekan serangan JAP mendekati nol pada awal penanaman, tetapi bukan berarti bahwa pengolahan tanah secara full mekanis tersebut areal telah terbebas dari serangan JAP, oleh karena itu diperlukan pengendalian terpadu yang lainnya.
- Penanaman LCC sebelum menanam tanaman karet sangat dianjurkan karena disamping bertujuan mencegah penguapan, menekan pertumbuhan gulma, juga akan menciptakan kelembaban tanah yang dapat mempercepat pembusukan sisa – sisa akar dan tunggul di dalam tanah serta mendorong pertumbuhan mikroba tanah yang bersifat antagonis terhadap JAP, salah satunya adalah jamur Trichoderma.
- Seleksi bibit untuk memastikan bahwa bibit yang akan ditanam ke lapangan tersebut tidak terinfeksi JAP karena apabila bibit yang sudah terinfeksi JAP ditanam ke lapangan maka bibit tersebut akan mati dan dapat menjadi sumber infeksi bagi tanaman di sekitarnya.
- Pemberian belerang untuk menghambat pertumbuhan dari JAP. Belerang sebagai bahan dengan golongan anorganik seperti ” sulfur dust ” dan ” lime sulfur ” maupun golongan organik seperti ditiokarbonat mempunyai daya fungistatik yang dapat menekan perkembangan jamur akar putih meningkatkan kemasaman tanah menjadi pH <5 sedangkan JAP tersebut hanya dapat tumbuh dan berkembang pada pH tanah yang mendekati normal (5-7). Pada percobaan Soepena (1995), belerang dapat mengendalikan
- penyakit jamur akar putih hingga 81,3% pada pengamatan 12 bulan setelah aplikasi di lapangan. Dosis dan cara aplikasi belerang dapat dilihat pada Tabel 1.
Pengendalian penyakit saat ini diarahkan pada pengendalian secara biologi sejalan dengan peraturan pemerintah No. 12 Tahun 1992 yang diarahkan pada pengendalian hama penyakit terpadu (PHT). Salah satu komponen di dalam pengendalian penyakit
terpadu adalah pengendalian secara biologi. Pengendalian secara biologi dilakukan dengan cara penggunaan musuh-musuh alami dari patogen tersebut yang dapat berupa jamur ataupun bakteri yang bersifat antagonis terhadap patogen. Jamur antagonis yang sudah dikenal luas mampu menekan JAP adalah Trichoderma. Trichoderma merupakan jamur yang hidup pada lapisan tanah yang sama dengan JAP. Trichoderma di dalam tanah lebih menyukai kondisi tanah lebih masam yakni pH 3,5 – pH 5,5 (Sujatno dan Pawirosoemardjo, 2001). Pada pengujian Soepena (1995), jamur Trichoderma dapat mengendalikan JAP di lapangan dengan persentase kesembuhan mencapai 92,5% pada pengamatan 12 bulan setelah aplikasi.
Trichoderma diproses secara fermentasi dengan cara membiakkannya dalam media menir (beras) kemudian diformulasikan dengan bahan tambahan yang mengandung karbohidrat sebagai carier. Kandungan bahan aktif di dalam biofungisida adalah 15 – 20 x 106 konidia/gram. Jamur Trichoderma yang sudah diformulasikan tersebut dikenal sebagai biofungisida Triko SPPlus (Sujatno dan Pawirosoemardjo, 2001). Aplikasi biofungsida di lapangan dilakukan dengan cara menaburkan di sekeliling pangkal pohon sesuai dosis anjuran (Tabel 1). Penggunaan biofungisida dimaksud bertujuan sebagai preventif dan juga kuratif terhadap serangan JAP (Sujatno dan Pawirosoemardjo, 2001). Berdasarkan hasil pengujian Triko SPPlus pada tanaman polibeg yang diinokulasi secara buatan dengan JAP diketahui Triko SPPlus dapat menyembuhkan penyakit JAP dengan persentase kesembuhan >60% pada pengamatan satu bulan setelah aplikasi.
Tabel Dosis dan cara aplikasiBiofungisida Triko SP plus |
Pengendalian JAP secara kimiawi merupakan tindakan pengobatan (kuratif). Cara yang paling efektif adalah dilakukan dengan cara pelumasan fungisida langsung ke bagian perakaran yang telah terinfeksi. Beberapa fungisida yang efektif dalam pengendalian cara pelumasan adalah fungisida berbahan aktif PCNB ( Pentha Cloro Netro Bezene ), Tridemorf, Triadimefon, dan hexakonazol.
Beberapa Fungisida untuk mengendalikan JAP |
Tanaman yang sakit digali dan dibersihkan bagian perakaran yang terserang |
Bagian yang sakit divuang dan eradikasi |
Penyiraman sebaiknya juga dilakukan pada pohon di sebelahnya. Pengujian juga telah dilakukan pada fungisida kimia berbahan aktif Triadimefon yang disiramkan pada tanaman polibag yang telah diinokulasikan secara buatan dengan JAP dan hasilnya menunjukkan keberhasilan dengan persentase kesembuhan mencapai 93,3% pada pengamatan satu bulan setelah aplikasi. Dan berdasarkan pengujian Soepena (1995) pada tanaman yang terserang JAP secara alami di lapangan menunjukkan bahwa fungisida berbahan aktif Triadimefon dapat menyembuhkan dengan tingkat keberhasilan mencapai >70% pada pengamatan 6 bulan setelah aplikasi.
Larutan Fungisida yang akan dioleskan |
Pengolesan larutan Fungisida |
Pengendalian secara manual atau Kultur Teknis |
Penimbunan Kembali |
Wow, baca tulisan ini rasanya aku berada di hutan dan sambil belajar biologi :) Ternyata begitu cara pengendalian penyakit jamur pada tanaman ya? Mesti telaten nih urusinnya pohon2nya. TFS, Pak Eko :D
ReplyDelete