Faktor yang Mempengaruh Fase Pertumbuhan Mata Entres (Juvenilitas) Terhadap Kualitas Bibit Okulasi
Faktor yang mempengaruh Fase Pertumbuhan Mata Entres (Juvenilitas) Terhadap Kualitas Bibit Okulasi
Pertumbuhan dan Produksi Bibit Karet Klonal yang bersifat Juvenil
Fase Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman
Secara umum, pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang diperbanyak melalui biji (termasuk tanaman karet) melewati 4 fase yaitu :
Fase juvenil dicirikan oleh pembentukan daun-daun yang pertama dan berlangsung terus sampai dengan masa sebelum berbunga yang pertama. Pada permulaan fase juvenil, umumnya tanaman menunjukkan pertumbuhan vegetatif yang kuat (pertumbuhan secara eksponensial) dan tidak mudah dirangsang untuk berbunga. Tunas-tunas yang tumbuh dari bagian bawah tanaman semai adalah bersifat juvenil. Stek yang diambil dari tunas juvenil tersebut bersifat mudah berakar. Disamping itu, mata tunas yang diambil dari tunas yang bersifat juvenil lebih mudah disambung dan tingkat keberhasilan okulasinya lebih tinggi (Indraty, 2000).
Disamping umur tanaman, perbedaan juvenilitas juga terjadi karena letak jaringan terhadap pangkal batang. Makin tinggi letak cabang terhadap pangkal batang, makin rendah tingkat juvenilitasnya atau jaringan tersebut memperlihatkan sifat-sifat tipe dewasa (Hartmann & Kester, 1976). Penyebab adanya perbedaan juvenilitas belum diketahui dengan pasti. Diduga perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan kadar dan jenis hormon tumbuh endogen yang terdapat dalam jaringan tanaman.
Perubahan dari fase juvenil ke fase dewasa tidak begitu jelas. Pada tanaman karet stadium dewasa dimulai pada saat tanaman mulai membentuk percabangan (Webster. 1989) atau berumur sekitar tiga tahun pada tanaman karet. Fase ini dicirikan oleh adanya penurunan laju pertumbuhan lilit batang yang jelas, tanaman membentuk bunga dan seringkali jika mata okulasi diambil dari tanaman dewasa, akan muncul tanaman yang kerdil.
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman yang Menggunakan Mata Okulasi yang bersifat Juvenil
Berdasarkan hasil penelitian Songquan et al. (1990) diketahui bahwa pertumbuhan dan produksi tanaman yang menggunakan mata okulasi yang bersifat juvenil (disingkat dengan TJ), nyata lebih besar dibandingkan pertumbuhan dan produksi tanaman yang menggunakan tunas dewasa (disingkat dengan TD) (Gambar 1, Gambar 2 dan Gambar 3). Mata okulasi untuk bahan tanam TJ dan TD masing-masing diambil dari pohon induk (ortet) berumur 5-7 tahun. Tunas juvenil diperoleh dari pangkal batang (dibawah ketinggian kurang dari 1 m) dan tunas dewasa diambil dari batang bagian atas tanaman (diatas 3,5 m). Rataan lilit batang tanaman TJ selalu lebih besar dibandingkan dengan rataan lilit batang tanaman TD. Pada tahun sadap ke delapan, lilit batang tanaman TJ mencapai 81,30 cm, sementara lilit batang tanaman yang menggunakan tunas dewasa (TD) hanyalah 55,60 cm, 25% lebih kecil (Gambar 1). Pertambahan lilit batang setelah sadap pada tanaman TJ lebih tinggi dibandingkan dengan pertambahan lilit batang pada tanaman TD (Gambar 2).
Rataan produksi selama 8 tahun dalam g/p/s pada TJ adalah 38,33 g, sementara pada tanaman TD hanyalah 25,22 g/p/s, 52 % lebih rendah (Gambar 3). Data diatas memberikan implikasi yang sangat penting di dalam praktek. Penggunaaan tunas juvenil sebagai bahan okulasi merupakan salah satu cara untuk merealisasikan potensi produksi induk klon (ortet) secara komersial (Dijkman, 1951)
Yuan Xiehui et al (1998) dalam penelitiannya juga membuktikan bahwa rataan produksi selama 4 tahun sadap dalam g/p/s dari tanaman TJ adalah 25%-40% lebih tinggi dibandingkan dengan produksi tanaman TD. Lilit batang, tebal kulit, kadar karet kering, jumlah cincin pembuluh lateks pada tanaman TJ nyata lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman TD (Tabel 1). Dalam penelitian tersebut, tunas/mata okulasi juvenil diperoleh dari tanaman yang diperbanyak dengan kultur jaringan somatik anther klon GT1, berumur 1,5 tahun. Tunas/mata dewasa diambil dari cabang tanaman entres konvensional dari klon yang sama.
Tabel 1. Perbandingan produksi dan pertumbuhan tanaman yang menggunakan tunas juvenil sebagai mata okulasi (TJ) dengan yang menggunakan tunas dewasa (TD).
Hadi (2006) mengatakan bahwa sifat juvenil hanya ditampilkan oleh tanaman yang ditumbuhkan dari biji yang dapat dilihat dari karakteristik pertumbuhannya. Tanaman karet yang berasal dari biji memperlihatkan ciri-ciri khas, antara lain bentuk batang konus atau meruncing dan berkulit tebal dengan permukaan kasar. Sementara tanaman karet yang tidak melewati masa juvenil batangnya tidak konus tetapi silindris, kulit umumnya tipis dan permukaan halus, sebagaimana terdapat pada tanaman yang diperbanyak secara okulasi menggunakan mata okulasi yang diambil dari tanaman dewasa (TD). Tetapi Hui Yuan et al.(1998) selanjutnya mengatakan bahwa walaupun tanaman karet diperbanyak secara okulasi, kalau menggunakan tunas juvenil akan tetap menunjukkan ciri-ciri yang sama dengan tanaman yang diperbanyak melalui biji.
Pengaruh Penggunaan Tak Entres terhadap terhadap Pertumbuhan Bahan Tanam
Pertanyaan yang juga sering dilontarkan para pekebun adalah bagaimana pengaruh penggunaan tak entres (entres yang diambil dari cabang tanaman berproduksi) terhadap kualitas bibit yang dihasilkan?.
Hasil penelitian Hadi (2006) pada Tabel 3 menunjukkan bahwa bibit klonal yang diturunkan dari cabang tanaman produksi (tak ent) memperlihatkan keragaan paling jelek dibandingkan dengan keragaan bibit klonal yang diturunkan dari cabang entres yang letaknya berbeda (cabang primer, sekunder dan tertier).
Dengan tegas Hadi (2006) menyimpulkan bahwa entres yang diambil langsung dari cabang tanaman produksi tidak dianjurkan karena tanaman klonal turunannya akan mempunyai potensi pertumbuhan lambat dan daya hasil rendah. Dari Tabel 3 diketahui bahwa ada perbedaan pertumbuhan antara bibit karet klonal yang berasal dari cabang entres yang letaknya berbeda.
Kemampuan tumbuh tanaman klonal yang diturunkan dari cabang primer lebih prima dibandingkan dengan yang diturunkan dari cabang sekunder maupun tertier. Semakin jauh letak cabang dari batang pokok, tingkat juvenilitas makin rendah sehingga kemampuan tumbuh tanaman juga cenderung semakin rendah (Hadi, 2006).
Tabel 3. Keragaan empat kelompok bibit karet klon RRIC 100 yang diturunkan dari berbagai letak cabang entres
Jenis Mata Okulasi vs Pertumbuhan Tunas Okulasi
Tidak semua mata okulasi yang ada di batang kayu okulasi dapat digunakan untuk okulasi. Leong & Yoon (1979), Samaranayake dan Gunaratne (1977), serta Siagian (1986) menganjurkan bahwa untuk okulasi pada batang bawah berumur 6,5-12 bulan (okulasi pada batang bawah berwarna coklat) sebaiknya digunakan jenis mata daun, karena persentase tumbuh dan pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan mata sisik (Gambar 5 dan Tabel 4). Mata daun adalah mata yang berada di ketiak daun dan mata sisik adalah mata yang terdapat pada bekas daun rudimenter (daun yang tidak menjadi daun). Mata sisik terletak diantara dua karangan payung daun dan jumlahnya 3-4 mata.
Tabel 4. Keadaan tunas atau mata yang diokulasikan
Resume topik Penggunaan mata okulasi dari Kebun Entres dan tingkat juvenilitas dari mata entres adalah:
Salah satu cara untuk meningkatkan produksi karet adalah dengan penggunaan bahan tanam klonal yang diturunkan dari tunas okulasi yang bersifat juvenil. Tunas okulasi yang bersifat juvenil didapat dari kebun entres yang memenuhi syarat sbb :
DAFTAR BACAAN
Resume dari Materi Workshop Bahan Tanam Unggul Karet Hevea brassiliensis.
Pertumbuhan dan Produksi Bibit Karet Klonal yang bersifat Juvenil
Fase Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman
Kebun Entres umur 1 tahun |
- fase embrionis,
- fase juvenil,
- fase produktif dan
- fase senil atau senescen
Fase juvenil dicirikan oleh pembentukan daun-daun yang pertama dan berlangsung terus sampai dengan masa sebelum berbunga yang pertama. Pada permulaan fase juvenil, umumnya tanaman menunjukkan pertumbuhan vegetatif yang kuat (pertumbuhan secara eksponensial) dan tidak mudah dirangsang untuk berbunga. Tunas-tunas yang tumbuh dari bagian bawah tanaman semai adalah bersifat juvenil. Stek yang diambil dari tunas juvenil tersebut bersifat mudah berakar. Disamping itu, mata tunas yang diambil dari tunas yang bersifat juvenil lebih mudah disambung dan tingkat keberhasilan okulasinya lebih tinggi (Indraty, 2000).
Saat Entres masih segar dan dalam pertumbuhan |
Perubahan dari fase juvenil ke fase dewasa tidak begitu jelas. Pada tanaman karet stadium dewasa dimulai pada saat tanaman mulai membentuk percabangan (Webster. 1989) atau berumur sekitar tiga tahun pada tanaman karet. Fase ini dicirikan oleh adanya penurunan laju pertumbuhan lilit batang yang jelas, tanaman membentuk bunga dan seringkali jika mata okulasi diambil dari tanaman dewasa, akan muncul tanaman yang kerdil.
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman yang Menggunakan Mata Okulasi yang bersifat Juvenil
Berdasarkan hasil penelitian Songquan et al. (1990) diketahui bahwa pertumbuhan dan produksi tanaman yang menggunakan mata okulasi yang bersifat juvenil (disingkat dengan TJ), nyata lebih besar dibandingkan pertumbuhan dan produksi tanaman yang menggunakan tunas dewasa (disingkat dengan TD) (Gambar 1, Gambar 2 dan Gambar 3). Mata okulasi untuk bahan tanam TJ dan TD masing-masing diambil dari pohon induk (ortet) berumur 5-7 tahun. Tunas juvenil diperoleh dari pangkal batang (dibawah ketinggian kurang dari 1 m) dan tunas dewasa diambil dari batang bagian atas tanaman (diatas 3,5 m). Rataan lilit batang tanaman TJ selalu lebih besar dibandingkan dengan rataan lilit batang tanaman TD. Pada tahun sadap ke delapan, lilit batang tanaman TJ mencapai 81,30 cm, sementara lilit batang tanaman yang menggunakan tunas dewasa (TD) hanyalah 55,60 cm, 25% lebih kecil (Gambar 1). Pertambahan lilit batang setelah sadap pada tanaman TJ lebih tinggi dibandingkan dengan pertambahan lilit batang pada tanaman TD (Gambar 2).
Rataan produksi selama 8 tahun dalam g/p/s pada TJ adalah 38,33 g, sementara pada tanaman TD hanyalah 25,22 g/p/s, 52 % lebih rendah (Gambar 3). Data diatas memberikan implikasi yang sangat penting di dalam praktek. Penggunaaan tunas juvenil sebagai bahan okulasi merupakan salah satu cara untuk merealisasikan potensi produksi induk klon (ortet) secara komersial (Dijkman, 1951)
Yuan Xiehui et al (1998) dalam penelitiannya juga membuktikan bahwa rataan produksi selama 4 tahun sadap dalam g/p/s dari tanaman TJ adalah 25%-40% lebih tinggi dibandingkan dengan produksi tanaman TD. Lilit batang, tebal kulit, kadar karet kering, jumlah cincin pembuluh lateks pada tanaman TJ nyata lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman TD (Tabel 1). Dalam penelitian tersebut, tunas/mata okulasi juvenil diperoleh dari tanaman yang diperbanyak dengan kultur jaringan somatik anther klon GT1, berumur 1,5 tahun. Tunas/mata dewasa diambil dari cabang tanaman entres konvensional dari klon yang sama.
Tabel 1. Perbandingan produksi dan pertumbuhan tanaman yang menggunakan tunas juvenil sebagai mata okulasi (TJ) dengan yang menggunakan tunas dewasa (TD).
Hasil penelitian Wu et al. pada tahun 1996 yang menggunakan klon GT1 juga membuktikan bahwa rataan produksi selama 3 tahun dalam g/p/s dari tanaman TJ adalah 35% diatas produksi tanaman TD dan pertumbuhan lilit batang yang diukur pada tahun ketiga sadap adalah 6% lebih tinggi.
Kebun Entres yang sehat Klon RRIM 921 |
Pengaruh Penggunaan Tak Entres terhadap terhadap Pertumbuhan Bahan Tanam
Pertanyaan yang juga sering dilontarkan para pekebun adalah bagaimana pengaruh penggunaan tak entres (entres yang diambil dari cabang tanaman berproduksi) terhadap kualitas bibit yang dihasilkan?.
Hasil penelitian Hadi (2006) pada Tabel 3 menunjukkan bahwa bibit klonal yang diturunkan dari cabang tanaman produksi (tak ent) memperlihatkan keragaan paling jelek dibandingkan dengan keragaan bibit klonal yang diturunkan dari cabang entres yang letaknya berbeda (cabang primer, sekunder dan tertier).
Dengan tegas Hadi (2006) menyimpulkan bahwa entres yang diambil langsung dari cabang tanaman produksi tidak dianjurkan karena tanaman klonal turunannya akan mempunyai potensi pertumbuhan lambat dan daya hasil rendah. Dari Tabel 3 diketahui bahwa ada perbedaan pertumbuhan antara bibit karet klonal yang berasal dari cabang entres yang letaknya berbeda.
Kemampuan tumbuh tanaman klonal yang diturunkan dari cabang primer lebih prima dibandingkan dengan yang diturunkan dari cabang sekunder maupun tertier. Semakin jauh letak cabang dari batang pokok, tingkat juvenilitas makin rendah sehingga kemampuan tumbuh tanaman juga cenderung semakin rendah (Hadi, 2006).
Tabel 3. Keragaan empat kelompok bibit karet klon RRIC 100 yang diturunkan dari berbagai letak cabang entres
Jenis Mata Okulasi vs Pertumbuhan Tunas Okulasi
Tidak semua mata okulasi yang ada di batang kayu okulasi dapat digunakan untuk okulasi. Leong & Yoon (1979), Samaranayake dan Gunaratne (1977), serta Siagian (1986) menganjurkan bahwa untuk okulasi pada batang bawah berumur 6,5-12 bulan (okulasi pada batang bawah berwarna coklat) sebaiknya digunakan jenis mata daun, karena persentase tumbuh dan pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan mata sisik (Gambar 5 dan Tabel 4). Mata daun adalah mata yang berada di ketiak daun dan mata sisik adalah mata yang terdapat pada bekas daun rudimenter (daun yang tidak menjadi daun). Mata sisik terletak diantara dua karangan payung daun dan jumlahnya 3-4 mata.
Tabel 4. Keadaan tunas atau mata yang diokulasikan
Resume topik Penggunaan mata okulasi dari Kebun Entres dan tingkat juvenilitas dari mata entres adalah:
Pemeriksaan kesehatan entres sebelum dipanen |
- Kebun entres menggunakan bahan tanam okulasi yang batang bawahnya masih muda dan batang atasnya sesuai klon anjuran.
- Berdasarkan pertimbangan juvenilitas dan perkembangan klon-klon unggul terbaru, kebun entres dapat dipertahankan maksimal sampai umur 10 tahun, baru kemudian dilakukan peremajaan.
- Pemangkasan terhadap kebun entres yang belum dimanfaatkan kayu okulasinya harus selalu dilakukan setiap tahun dengan tujuan untuk rejuvinasi kebun entres tersebut.
- Untuk memperoleh sifat pertumbuhan yang baik, cabang entres yang sebaiknya digunakan sebagai sumber mata okulasi adalah cabang primer dan sekunder yang diambil dari kebun entres. Entres yang digunakan sebaiknya tidak lebih dari 2 m, karena semakin tinggi (yang berarti semakin jauh dari leher akar) tingkat juvenilitasnya semakin menurun.
- Mata okulasi yang diambil dari tanaman produksi (tak ent) tidak dianjurkan untuk digunakan karena tunas tersebut tidak melewati fase juvenil sehingga tanaman klonal yang dihasilkannnya memiliki pertumbuhan yang lambat, cepat berbunga dan produksi lebih rendah.
- Pembangunan dan pemeliharaan kebun entres sesuai anjuran mutlak dilakukan untuk mendapatkan mata okulasi yang prima.
- Pada okulasi batang bawah berumur 6-12, jenis mata okulasi yang dianjurkan adalah mata daun.
- Walaupun telah diyakini bahwa kebun entres dibangun dengan menggunakan klon-klon anjuran terkini, tindakan pemurnian klon harus tetap dilakukan.
DAFTAR BACAAN
- Anwar, C. 2006. Prospek Karet Alam Indonesia di Pasar Internasional. Makalah pada Pelatihan Teknik Pengendalian Pengolahan Mutu Karet Alam, pada tanggal 17 Juli 2006. Balai Penelitian Sungei Putih, Pusat Penelitian Karet.
- Azwar, R., Aidi-Daslin, I.Suhendry, dan S. Woelan. 2000. Quantifying genetical and environmental factors in determining rubber crop productivity In : Proc. Ind. Rubb. Conf. and IRRDB Symp., Bogor, 12-14 Sept 2000. Ind Rubb. Res. Inst.
- Darmandono. 1993. Peluang peningkatan produksi karet (Hevea brasiliensis). mendekatkan potensi produksi klon ke arah potensi produksi ortetnya melalui rejuvinasi. Jurnal Litbang Pertanian XII (3):59-66. Departemen Pertanian.
- Dijkman, M.J. 1951. Hevea. Thirty Years of Research in the Far East. Coral Gables, Florida: Univ. Miami Press, Chap.15.
- Direktorat Jendral Perkebunan, Departemen Pertanian. 1995. Petunjuk Penerapan Ketentuan Kebun Entres Karet. Direktorat Bina Perbenihan. Punl.B.010/III.2/Nih.Bun/95.
- Ditjenbun. 2008. Statistik Perkebunan Karet 2008-2010. Departemen Pertanian. Jakarta.
- Ditjen Bina roduksi Perkebunan. 2006. Road Map Komoditi Karet 2005-2025, Ditejenbun, Jakarta.
- Hadi, H. 2006. Perbaikan Juvenilitas Bibit Klonal untuk Meningkatkan Produktivitas Tanaman Karet. Laporan Penelitian APBN TA 2005. Balai Penelitian Getas.
- Hadi, H., dan Setiono. 2006. Mutu fisiologi bibit klonal dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan serta produksi tanaman karet. Pros. Lok. Nas. Budidaya Tanaman Karet 2006. Medan, 4-6 September 2006. Balai Penelitian Sungei Putih. Pusat Penelitian Karet.
- Hartmann, H.T., and D.E. Kester. 1976. “Plant Propagation, Principles and Practices”. 2nd ed. Prentice Hall of India Private Limited, New Delhi.
- Hui Yuan- Xie, Shang Qiong Yang, Lai Yu Xu, Ji Lin Wu, and Bing Zong Hao. 1998. Characteristics related to higher rubber yield of Hevea brasiliensis juvenile-type clone G11. J.Rubb Res. 1(2):125-132.
- Indraty, I.S., 2000. Pengaruh umur entres karet terhadap kualitas tanaman yang dihasilkan. Ilmu Pertanian 7(2):52-57. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta-Indonesia.
- Isbandi, A. 1983. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta. 259p.
- Leong, S.K. and P.K. Yoon. 1979. Effets of bud-types on early scion growth of Hevea. J. Rubb. Res. Inst. Malaysia, 27(1):1-7.
- Samaranayake, C. and R.B. Gunaratne. 1977. The use of “leaf buds” and “scale buds” in the vegetative propagation of Hevea. J. Rubb. Res. Inst. Sri Lanka,54:65-69.
- Siagian, N. 1986. Penggunaan mata daun dan mata sisik sebagai bahan okulasi. Warta perkaretan, 5(1):3-7
- Songquan,L., Y.Hiehui, H. Xiang and Xu Laiyu. 1990. Developmental phase change of Hevea brasiliensis and application of juvenile-type clone. IRRDB Breeding Symposium. October 1990, Kunming, China.
- Suhendry, I. 2006. Klon karet unggul dan pengelolaan kebun entres. Tidak dipublikasi
- Sumarmadji dan I. Suhendry. 2003. Bibit karet palsu: Kerugian dan cara mengidentifikasinya. Warta Pusat Penelitian Karet,22(2-3):51-63
- Toruan-Mathius, N., I. Boerhendhy, M. Lasminingsih, and Kuswanhadi. 2000. Rootstock-scion interaction induced the alteration of protein banding patterns of scion, and its correlation with genetic similarities in Hevea brasiliensis Muell Arg. Proc. Indonesian Rubb. Conf. and IRRDB Symp, Bogor, 12-14 Sept 2000. Ind. Rubb. Res. Inst.
- Webster,C.C. 1989. “Propagation, planting and pruning” In Webster CC, Baulkwill WJ. Editors. Rubber. Longman Singapore Publishers (Pte) Ltd.,Singapore.
- Wiersum. 1955. Observation on the rooting of Hevea cutting. Archives of Rubber Cultivation. 4:213-243.
- Wu Hudie, Wang Zeyun and Chen Tingxiong. 1996. Growth and yield of juvenile type clone derived from anther somatic plants. Trop. Crop Res. Hainan, China, 1996(1),4.
Resume dari Materi Workshop Bahan Tanam Unggul Karet Hevea brassiliensis.
kalau okulasi menggunakan entres dari kebun produksi boleh nggak ya
ReplyDeletesebaiknya menggunakan mata entres dari kebun entres karena kualitas kemurnian klonnya terjamin dan mata entresnya juvenil dan tingkat keberhasilan okulasi lebih tinggi
ReplyDelete