Informasi Teknis Budidaya Kopi
Untuk mengatasi rendahnya produktivitas serta mutu kopi robusta Indonesia dianjurkan penanaman secara klonal yang harus menggunakan banyak klon (poliklonal). Beberapa klon anjuran kopi robusta yang baru dilepas pada tahun 1997, terdiri dari BP 234, BP288, BP 358, BP 409, SA 237, dengan BP 42 sebagai klon penyerbuk paling baik diatur dengan beberapa komposisi yang sesuai dengan kondisi iklim ter-tentu, sebagai berikut: - > 400 m dpl; tipe iklim A/B: BP 42, BP 358, BP 234 dan SA 237. - > 400 m dpl; tipe iklim C/D: BP 42, BP 358, BP 234, dan BP 409 - < 400 m dpl; tipe iklim A/B: BP 42, BP 234 dan BP 409 - < 400 m dpl: tipe iklim C/D: BP 42, BP 234, BP 288 dan BP 409. Potensi produksi setiap kompo-sisi klon berkisar 1.500-2.000 kg kopi pasar per hektar. Paket teknologi anjuran ini telah diterapkan secara meluas di perkebunan besar negara maupun swasta, perkebunan rakyat di Jatim, khususnya yang terdapat di sekitar perkebunan besar, sedangkan di luar Jawa diterapkan di provinsi D.I Aceh, Bali, NTB, Kalbar, dan Sultra, baik melalui proyek bantuan pemerintah maupun swadaya murni. Paket teknologi ini sebenarnya telah diterapkan secara meluas terjadi mulai tahun 1980-an.
Dampak penerapan teknik budidaya kopi robusta secara poliklonal ini terhadap peningkatan produktivitas kebun-kebun kopi robusta di Pulau Jawa yaitu meningkat hampir dua kali lipat. Selain itu dengan penerapan poliklonal tersebut masalah rendahnya produktivitas kopi robusta per satuan lahan sebagai akibat peng-gunaan bahan tanaman secara semai-an, serta rendahnya mutu fisik biji kopi robusta karena ukuran biji tidak seragam secara perlahan dapat di-kurangi, sedangkan alokasi klon ter-tentu untuk daerah tertentu telah dapat diarahkan.
Perbanyakan Kopi Secara In Vitro Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi kopi adalah dukungan bahan tanam berupa klon-klon unggul baik kopi robusta mau-pun arabika. Di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao telah tersedia bahan tanam unggul kopi robusta antara lain BP 42, BP 308, dan BP 409, sedangkan dari kopi arabika antara lain USDA 762, Kartika 1, Kartika 2, dan S 795. Dalam rangka penyebaran bahan tanam ini secara luas dan cepat maka diperlukan teknologi yang sesuai untuk mem-percepat perkembangbiakan klon-klon tersebut. Kultur jaringan merupakan alternatif yang sesuai diterapkan untuk memproduksi bahan tanam kopi dalam jumlah besar dan dalam waktu relatif singkat.
Embriogenesis somatik langsung telah berhasil diterapkan untuk per-banyakkan klon unggul kopi robusta BP 308 dan kopi arabika USDA 762. Keunggulan teknik embriogenesis langsung adalah bibit yang dihasilkan secara genetis sama dengan induknya. Disamping itu dalam waktu yang relatif singkat dapat diperoleh bahan tanam dalam jumlah besar karena dari satu potongan eksplan dapat dihasilkan ribuan bibit dalam waktu satu tahun.
|
Teknik Konversi Kopi Robusta ke Arabika dengan Teknik Penyambungan di Lapangan Penelitian konversi kopi robusta ke arabika dengan teknik penyambung-an di lapangan telah dilaksanakan dengan pertimbangan beberapa masalah antara lain, harga kopi arabika yang lebih mahal dibandingkan dengan harga kopi robusta, khususnya di pasar-an dunia. Komposisi produksi kopi se-cara nasional didominasi oleh kopi robusta, kopi arabika hanya mencapai 6 persen. Banyak kopi robusta ditanam di lahan tinggi, yang sebenarnya lebih cocok untuk penanaman kopi arabika. Karena tingkat pengetahuan dan sosial kultural petani rakyat, umumnya setiap upaya konversi tanaman yang berakibat terputusnya pendapatan dari tanaman semula dan berjangka panjang sangat memberatkan per-ekonomian petani, selain itu biaya yang diperlukan cukup besar untuk tingkat kehidupan petani rakyat. Untuk mengatasi masalah tersebut telah di-kembangkan teknik konversi kopi robusta ke arabika dengan cara pe-nyambungan di lapangan dengan metode “swing”. Dengan metode ter-sebut petani masih dapat memperoleh hasil kopi sebesar ? 50 persen dari sisa tajuk yang tidak di “swing”. Tanaman kopi arabika hasil konversi dengan penyambungan dapat berproduksi lebih awal bila dibanding-kan dengan melalui biji. Produksi kopi arabika diharapkan dapat mencapai 30 persen dari produksi kopi nasional. Dengan asumsi produksi kopi nasional saat ini 450.000 ton per tahun, dan diharapkan produksi kopi arabika ter-jadi peningkatan 30 persen serta selisih harga nominal antara kopi arabika dan kopi robusta US$ 1 (minimal), maka dampak kepada peningkatan devisa akan mencapai US$ 67.500 juta atau sekitar Rp 141.750 milyar. Pendapatan petani juga akan lebih tinggi dengan menanam kopi arabika dibanding kopi robusta. Teknik konversi ini telah di-terapkan di perkebunan besar negara maupun swasta. Perkebunan rakyat yang telah menerapkan antara lain di Propinsi Aceh, Lampung, NTT, dan Bali. |
Pengendalian Erosi di Perkebunan Kopi dengan Teras dan Tanaman Pagar Tanaman kopi banyak yang dibudidayakan pada lahan miring di daerah pegunungan yang umumnya mempunyai pola sebaran hujan tidak merata. Curah hujan yang tinggi terkonsentrasi pada bulan-bulan tertentu, sehingga erosivitasnya sangat besar. Lahan miring merupakan lahan yang peka terhadap degradasi/pe-nurunan kualitas. Erosi merupakan penyebab utama kemunduran lahan kering di daerah tropika basah. Tanah yang hilang karena erosi merupakan tanah lapisan atas yang subur, se-hingga erosi akan menurunkan ke-suburan tanah secara nyata. Guna mengatasi degradasi lahan di perkebunan kopi, maka telah di-lakukan penelitian pengendalian erosi dengan teras dan tanaman pagar yang ditanam pada bibir teras. Perlakuan yang diberikan adalah (1) kontrol tanpa teras, (2) teras bangku tanpa tanaman penguat teras, (3) teras bangku dengan tanaman penguat teras Leucaena leuco-cephala, (4) teras bangku dengan tanam-an penguat teras Vetiveria zizonioides, dan (5) teras bangku dengan tanaman pe-nguat teras Moghania macrophylla. Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa teras bangku nyata menurunkan erosi. Kehilangan tanah dari lahan berteras bangku adalah 6,15 persen dibandingkan dengan lahan yang tidak berteras. Erosi pada lahan berteras, baik tanpa penguat teras maupun dengan pe-nguat teras L. leucocephala, V. zizanioides, serta M. macrophylla, tidak berbeda nyata. Stabilitas dari teras yang di-perkuat dengan tanaman penguat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan per-lakuan tanpa tanaman penguat teras. Tanaman penguat teras tidak ber-pengaruh negatif terhadap produksi kopi. Teknik penggunaan tanaman penguat teras telah mulai diterapkan oleh petani di Propinsi Aceh dalam rangka mendukung keberhasilan budidaya kopi organik. |
Kopi Organik Pasar kopi baru yaitu specialty coffee merupakan peluang yang harus diraih, dalam kopi organik termasuk di dalamnya. Kopi organik merupakan kopi yang diproduksi dengan menganut pada paham pertanian yang ber-kelanjutan. Dalam budidaya organik aspek-aspek pelestarian sumberdaya alam, keamanan lingkungan dari se-nyawa senyawa pencemar, keamanan hasil panen bagi kesehatan manusia serta nilai gizinya sangat diperhati-kan.
Di samping itu dalam budidaya kopi organik aspek sosial ekonomi juga menjadi perhatian utama. Jadi, tidak seperti anggapan masyarakat selama ini bahwa kopi organik adalah budidaya kopi tanpa pestisida, pupuk buatan dan tanpa pemeliharaan sama sekali. Justru, pada budidaya kopi organik jauh lebih banyak aspek yang harus diperhatikan.
Kopi organik hanya dapat diproduksi pada kondisi sumberdaya lahan yang tingkat kesuburan tanahnya tinggi, curah hujannya cukup serta daya dukung lingkungannya tinggi.
Pengelolaan tanah mempunyai arti yang sangat penting yang meliputi penyediaan bahan organik yang cukup di dalam tanah dan memanfaatkan mikrobia seperti jamur mikoriza ber VA. Mengingat daerah pertanaman kopi arabika umumnya di daerah dataran tinggi dengan topografi berbukit hingga bergunung, maka pengendalian erosi dengan terasering mutlak dilakukan.
Pengendalian organisme pengganggu tanaman kopi dilakukan dengan mempergunakan sistem pengedalian terpadu dengan mengutamakan pe-ngendalian secara hayati. Jamur Beauveria bassiana dapat dipergunakan untuk mengendalikan hama bubuk buah kopi, Trichoderma sp. untuk pengendalian jamur akar kopi. Selain itu ekstrak daun mimba (Azadirachta indica) dapat dimanfaatkan sebagai pestisida botani.
Penanganan pasca panen kopi organik memerlukan kecermatan agar sesuai dengan ketentuan standar mutu biji kopi. Dalam menghasilkan kopi organik yang lebih penting untuk di-perhatikan adalah adanya saling me-nguntungkan antara produsen/petani, pengolah (prosesor) dan pedagang (eksportir).
Propinsi yang telah meng-ekspor kopi organik adalah D.I. Aceh dan Timor Timur. Premium yang diperoleh oleh kopi organik berkisar antara 20-70,5 persen. Pengupas Kulit Kopi Radial kulit kopi (huller) radial adalah mesin pengupas kulit buah kopi kering maupun kopi pecah kulit (HS) kering yang menggunakan ban mobil sebagai unit pengupas. Keuntungan dari penggunaan ban adalah mudah didapat, awet, dapat menggunakan ban baru maupun bekas, dan kekerasannya dapat diatur untuk memperoleh hasil pengupasan yang optimal. Pengupasan radial juga di-lengkapi dengan unit pemisah kulit yang menggunakan sistem “tarik-panjang”. Sistem ini dapat memberikan hasil pemisahan yang lebih sempurna, karena perbedaan berat yang kecil sekalipun dapat dipertegas oleh fase penarikan kulit/kotoran yang relatif panjang.
Pengupas radial sangat cocok untuk dimanfaatkan oleh para petani kopi maupun kelompok-kelompok tani. Saat ini tidak kurang dari 25 unit pengupas telah tersebar di beberapa daerah penghasil kopi, khususnya di Sulawesi Selatan.
|
|
Gejala Serangan Nematoda Pada Tanaman Kopi Arabica |
Penanda Genetik Kopi Robusta untuk Karakter Toleran Kekeringan Karakter morfologi, hereditas sitogenetik, dan analisis isoenzim merupa-kan metode yang umum digunakan dalam pemuliaan tanaman kopi se-bagai penanda genetik untuk men-deteksi dan menyeleksi turunan hasil silangan. Kelemahan metode tersebut yaitu adanya pengaruh lingkungan dan resolusi diagnosis. Amplifikasi sidik jari DNA merupakan metode yang lebih efektif untuk mendeteksi polimorfisme dan juga merupakan metode yang tangguh dalam pemuliaan tanam-an kopi. Namun, hasil amplifikasi DNA yang terbaik hanya dapat diperoleh dari kondisi reaksi Polymerase Chain Reaction (PCR) yang optimum dan penggunaan primer yang tepat. Kondisi yang terbaik untuk mengamplifikasi DNA kopi dengan PCR adalah menggunakan 100 mg DNA genomik, 1 unit Taq polimerase, dengan suhu annealing 37oC. Hasil analisis RAPD menunjukkan bahwa primer abi-11712 dengan susunan basa se-bagai berikut: GAA ATT AAA CTT TAT TAG CGA AG dapat digunakan sebagai pembeda klon kopi robusta yang toleran, moderat, dan peka terhadap cekaman kekeringan secara genetis. Sedang polimorfisme genetik antar individu koleksi kopi robusta yang toleran terhadap cekaman kekeringan yang dikumpulkan dari beberapa daerah di Indonesia, terhadap cekaman kekeringan cukup besar dengan jarak genetik berkisar antara 1,6–8,0 yang terdiri atas tiga kelompok populasi. |
Varietas Unggul Kopi Arabika Andung Sari 1 (BP 426 A) Varietas Andung Sari 1 yang berasal dari varietas harapan dengan nomor seleksi BP 426 A, BP 426 A, merupakan salah satu hasil seleksi pohon induk dari populasi varietas Catimor yang diintroduksikan dari Kolombia. Keragaman individu pada populasi tersebut sangat nyata, baik habitus, ketahanan terhadap penyakit karat daun, pembuahan dll. Pada saat pembuahan pertama dan kedua (1987-1988) dilakukan seleksi individual ter-hadap sifat daya hasil dan ketahanan terhadap karat daun; terpilih 3 nomor seleksi, yaitu BP 425 A, BP 426 A dan BP 427 A. menilik perbedaan sifat morfologi dan sifat agronomi lainnya yang berbeda dengan populasi Catimor keturunan HW 26 (Kartika 1 dan Kartika 2), diduga BP 426 A merupa-kan keturunan Catimor H-440 dengan induk persilangan Catura vermelho (CIFC 19/1) x Hibrido de Timor CIFC 1343/269. Catimor keturunan H-440 ini banyak ditanam sebagai varietas praktek di Kolombia. Pengujian aras bibit dilakukan terhadap sifat ketahan-an pada kondisi lengas tanah dan hara minimal, serta pengujian lapangan terhadap sifat daya hasil dan mutu biji yang dilakukan di beberapa kondisi lingkungan. Pengujian ketahanan ter-hadap penyakit karat daun dilakukan pada aras bibit maupun di lapangan baik dengan metode inokulasi cakram daun di laboratorium maupun metode scoring di lapangan. Berdasarkan penelitian ini BP 426 A dapat ditanam mulai ketinggian tempat 700 m ke atas, dengan be-berapa tipe iklim, yaitu tipe A, B, C, dan D ( menurut klasifikasi schmith & Ferguson). Meskipun demikian produk-tivitas paling baik adalah penanaman di lahan dengan = 1000 m dpl, klas lahan S1 dan S2 dengan tipe iklim B atau C. Pengujian cita rasa (cup test) dilakukan oleh panelis dari pusat penelitian Kopi dan Kakao dan dari luar negeri dengan cara mengirimkan contoh ke laboratorium Uji Mutu milik Nestle S.A, Switzerland. |
0 Response to "Informasi Teknis Budidaya Kopi"
Post a Comment